Guru Butuh Solusi Konkret untuk Pembelajaran Jarak Jauh
Kalangan guru mengapresiasi surat keputusan bersama empat menteri tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi. Namun, panduan itu dinilai belum menjawab masalah utama pembelajar jarak jauh selama ini.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
Kalangan guru menilai Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19 tidak menjawab masalah utama yang terjadi selama tiga bulan pembelajaran jarak jauh. Guru berharap ada solusi konkret dari pemerintah untuk memperbaiki pembelajaran jarak jauh mengingat 94 persen siswa masih akan mengikuti pembelajaran jarak jauh.
Selain masalah bias kelas karena sejumlah siswa tidak memiliki akses teknologi, secara umum pembelajaran daring juga tidak efektif karena sebagian besar guru belum menguasai teknologi untuk pembelajaran daring. Karena itu, guru membutuhkan pelatihan agar dapat memberikan pembelajaran daring dengan lebih efektif, dan juga panduan untuk melaksanakan kurikulum yang adaptif sesuai konteks di masa pandemi ini.
”Mengapa tidak memperbaiki proses pembelajaran di rumah dulu. Guru membutuhkan panduan kurikulum di era pandemi, bukan kurikulum baru, melainkan penyederhanaan kurikulum, yang praktis dan aplikatif,” kata Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi ketika dihubungi Kompas di Jakarta, Senin (15/6/2020).
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSG) Satriwan Salim juga mengatakan, guru membutuhkan panduan untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh. ”Panduan baru berupa surat edaran, belum ada pemahaman yang utuh pada guru dan kepala sekolah, bahkan dinas pendidikan. Perlu ada format panduan untuk untuk melaksanakan kurikulum. Panduan penyelenggaraan pembelajaran belum menyentuh materi (pembelajaran),” kata Satriwan.
Senin sore, Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Nadiem Makarim mengumumkan Keputusan Bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Dalam Negeri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19. Panduan ini menyangkut pelaksanaan pembukaan sekolah di masa pandemi.
Berdasarkan keputusan bersama tersebut, pemerintah mengizinkan pembukaan sekolah dengan sangat terbatas. Sekolah hanya bisa dibuka di daerah zona hijau, dimulai dari pendidikan menengah (tingkat SMA/SMP dan sederajat) pada pertengahan Juli nanti dengan sistem sif dan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Baru setelah itu, dua bulan kemudian sekolah dasar dan sekolah luar biasa bisa dibuka. Selang dua bulan kemudian pendidikan anak usia dini bisa dibuka.
Mayoritas PJJ
Dengan jumlah zona hijau per 7 Juni 2020 sebanyak 92 kabupaten/kota, hanya 6 persen dari total sekitar 68 juta siswa yang bisa mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah. Sisanya, 94 persen siswa, termasuk mahasiswa, tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Sekolah berasrama pun belum boleh langsung dibuka selama masa transisi dua bulan (Juli-Agustus) meskipun di zona hijau.
”Kalau sekolah di zona hijau dibuka, tetapi ada guru atau ada yang berasal dari zona merah bagaimana? Kemudian, siapa yang bisa menjamin interaksi di sekolah nanti bisa sangat terbatas? Jangan sampai dibuka dan nanti ditutup kembali,” kata Unifah.
Selain panduan kurikulum yang disederhanakan, kata Unifah, saat ini waktu yang tepat bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk memetakan mana sekolah yang mempunyai dukungan penuh akses teknologi sehingga bisa menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh, mana yang dukungan akses teknologinya baru sebagian, mana yang sama sekali tidak ada.
”Ini yang seharusnya disiapkan pemerintah dan bagaimana intervensinya selama kondisi belum menguntungkan. Kemudian setelah pandemi, mau seperti apa pendidikan kita,” kata Unifah.
Untuk mengatasi kendala akses teknologi yang diperlukan dalam pembelajaran jarak jauh, menurut Satriwan, Kemendikbud dapat berkoordinasi dengan pemerintah daerah. ”Inisiatif-inisiatif juga bisa dilakukan pemda, misalnya kerja sama dengan televisi dan radio lokal atau radio komunitas. Kami juga berharap ada internet gratis untuk pembelajaran jarak jauh,” kata Satriwan.
Solusi untuk guru
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia M Ramli Rahim mengatakan, guru berharap ada solusi yang lebih baik dari pemerintah terkait pembelajaran di masa pandemi ini. Karena dipastikan pembelajaran jarak jauh masih akan mendominasi, kata dia, Kemendikbud dan Kemenag seharusnya lebih rinci membahas solusi untuk penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh ke depan.
Ramli menyayangkan dalam panduan penyelenggaraan pembelajaran tersebut tidak ada agenda khusus bagaimana menyiapkan guru agar mampu menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh secara menyenangkan dan berkualitas. Tidak ada juga langkah-langkah konkret Kemendikbud dan Kemenag untuk memberikan solusi terhadap minimnya kemampuan guru dalam menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh.
”Apa yang akan dilakukan Kemendikbud terhadap lebih dari 60 persen guru yang tidak memiliki kemampuan penguasaan teknologi? Apa yang akan dilakukan Kemendikbud terhadap lebih dari 15 persen guru yang menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh, tetapi membuat siswanya stres,” tanya Ramli.