Presiden Joko Widodo: Indonesia Berpeluang Naik Kelas
Perguruan tinggi memiliki andil penting mencetak sumber daya manusia berkualitas untuk membantu suatu negara naik kelas. Peran itu disikapi dengan menjadi kampus yang selalu adaptif, inovatif, dan produktif.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Per 1 Juli 2020, Bank Dunia mengelompokkan Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah tinggi, ”naik kelas” dari negara berpendapatan menengah rendah. Mutu sumber daya manusia menjadi salah satu aspek yang berperan penting agar Indonesia tidak terjebak sebatas negara berpenghasilan menengah tinggi.
Bank Dunia mengklasifikasikan negara sesuai kelompok pendapatan yang dihitung berdasarkan pendapatan nasional bruto per kapita. Untuk Indonesia, pendapatan nasional bruto per kapita naik dari 3.460 dollar AS menjadi 4.050 dollar AS pada 2019.
Presiden Joko Widodo mengatakan, pencapaian itu patut disyukuri. Keberhasilan Indonesia berada pada jajaran negara berpenghasilan tinggi itu tidak mudah. Banyak negara dunia ketiga puluhan tahun terjebak sebagai negara berpenghasilan menengah (middle income trap). Indonesia tidak menginginkan hal itu.
Apakah Indonesia punya peluang naik kelas? Saya jawab tegas, punya.
”Apakah Indonesia punya peluang naik kelas? Saya jawab tegas, punya. Semuanya butuh prasyarat, mulai dari infrastruktur efisien, cara kerja kompetitif berorientasi hasil, serta sumber daya manusia unggul, produktif, dan inovatif,” ujar Presiden saat menghadiri Konferensi Forum Rektor Indonesia-Konvensi Kampus XVI dan Temu Tahunan XXII, Sabtu (4/7/2020), di Jakarta.
Perguruan tinggi memiliki posisi mencetak generasi muda yang kompetitif. Tugas mulia ini tidak bisa dilakukan dengan rutinitas biasa, apalagi hanya disibukkan dengan administrasi biasa. Presiden berharap ada cara-cara cerdas dan inovatif.
Presiden memahami bahwa permasalahan perguruan tinggi sangat kompleks. Dia juga bisa memahami kemampuan anggota di Forum Rektor Indonesia (FRI) bervariasi.
Oleh karena itu, dia mendorong FRI bukan sekadar menjadi forum komunikasi. Presiden menginginkan FRI tumbuh menjadi forum saling peduli membantu satu sama lain, berbagi pengalaman pembelajaran jarak jauh (PJJ), koleksi buku di perpustakaan, kurikulum bersama, dan dosen.
FRI memfasilitasi mahasiswa bisa belajar dari mana saja, seperti pelaku industri, pemerintah, dan praktisi profesional. Dengan demikian, kampus tumbuh semakin positif menangkap dinamika perubahan yang ada.
Pelaku industri di kawasan terdekat kampus bisa bekerja sama, seperti membuka fakultas dan program studi dengan bidang sesuai karakter wilayah industri. Kampus dan industri bersama melakukan riset dan pengembangan.
Hal yang tidak kalah penting adalah karakter mahasiswa. Presiden berharap kampus selalu mengajarkan mahasiwa mental berakhlak mulia, memegang teguh Pancasila, kebinekaan, demokrasi, dan berintegritas tinggi.
Kita harus bisa membuktikan bahwa Indonesia tidak terjebak middle income trap.
”Dua puluh lima tahun lagi, kemerdekaan Indonesia berusia 100 tahun. Bonus demografi harus dimanfaatkan. Kita harus bisa membuktikan bahwa Indonesia tidak terjebak middle income trap,” kata Presiden.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim berharap, lima tahun mendatang, para rektor sudah mempunyai kemerdekaan untuk bisa menentukan spesialisasi dan arah yang diinginkan. Mereka sudah menentukan hasrat bagian Tri Darma perguruan tinggi yang ingin diperkuat menjadi spesialisasi.
Para dosen harus berani berjejaring. Kampus mau mengundang sebanyak mungkin praktisi dan pelaku industri masuk menjadi dosen ataupun tim kolaborasi riset dan meningkatkan kurikulum.
Menurut dia, kampus masa depan bukan hanya sebatas memanfaatkan teknologi canggih, melainkan menghadirkan ruang dialektika dosen dan mahasiswa. Pidato dosen dan rektor, misalnya, sudah direkam dulu, lalu mahasiswa mendengarkan dan berani beropini. Contoh lain, kampus mengakomodasi mahasiswa untuk terus melatih kemampuan berkolaborasi dalam proyek riset.
Kampus masa depan memerdekakan mahasiswa untuk mencari ilmu di luar kampusnya.
”Kampus masa depan memerdekakan mahasiswa untuk mencari ilmu di luar kampusnya, berani belajar dari pengalaman, dan format belajar lainnya. Hasil riset dan publikasi memiliki dampak nyata,” tutur Nadiem.
Pemerintah berperan sebagai pendukung, regulator, dan katalisator. Pemerintah juga memberikan insentif. Namun, pemerintah tidak memaksakan. Perguruan tinggi harus mempunyai kesadaran penuh untuk selalu mau beradaptasi, maju, dan produktif.
Sama halnya dengan program pernikahan massal industri dan perguruan tinggi yang dimiliki Kemdikbud. Dia menyampaikan, pernikahan itu tidak dapat dipaksakan, tetapi harus otentik dari industri dan kampus.
Pendidikan jarak jauh
Terkait PJJ, Nadiem menyampaikan bahwa pihaknya telah menjalin kerja sama dengan beberapa operator telekomunikasi seluler agar ada diskon harga paket data. Kemdikbud juga sudah mengalokasikan anggaran sekitar Rp 1 triliun untuk membantu mahasiswa yang secara ekonomi membutuhkan, terutamanya mahasiswa dari perguruan tinggi swasta.
Ketua FRI periode 2019-2020, Yos Johan Utama, menyampaikan, selama masa pandemi Covid-19, pemerintah semestinya membantu mahasiswa dan dosen dengan cara membebaskan atau menanggung biaya internet. Ini adalah bentuk tanggung jawab negara. Disparitas kondisi kualitas setiap kampus sekarang masih tinggi.
Selain itu, FRI mempunyai beberapa rekomendasi kepada pemerintah. Misalnya, pemerintah memfasilitasi relasi industri dan perguruan tinggi dan regulasi yang mengatur secara sistematik dan bertahap masuknya perguruan tinggi asing.
FRI mengapresiasi kebijakan pemerintah yang telah memberikan bantuan biaya kuliah kepada 419.000 mahasiswa semester gasal tahun ajaran 2020/2021 yang terdampak pandemi Covid-19, selain 200.000 Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah mahasiswa baru dan 200.000 KIP on going dengan total anggaran Rp 4,1 triliun.