Pemerintah, terutama pemerintah daerah, harus lebih aktif menjalankan strategi baru bagi pembelajaran di masa pandemi. Kebijakan yang selama ini dijalankan belum mampu mengatasi kendala dalam pembelajaran jarak jauh.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah, terutama pemerintah daerah, harus lebih aktif menjalankan strategi baru bagi pembelajaran pada masa pandemi. Kebijakan yang selama ini dijalankan belum mampu mengatasi kendala dalam pembelajaran jarak jauh.
Penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk membeli paket internet hanya menyasar guru dan siswa yang telah memiliki akses gawai/komputer dan di daerah mereka tersedia jaringan internet. Adapun siswa yang tidak memiliki akses gawai/komputer dan internet tetap tak terbantu.
Tahun ajaran 2020/2021 dimulai sejak Senin (13/7/2020). Di tengah pandemi Covid-19, sekolah menggelar pembelajaran jarak jauh, atau tanpa tatap muka, guna mencegah penularan Covid-19.
Namun, tidak sedikit sekolah yang tidak mampu melaksanakan pembelajaran jarak jauh dengan baik. Lebih dari 47.000 satuan pendidikan tidak bisa menjalankan pembelajaran jarak jauh akibat ketiadaan akses internet serta jaringan listrik.
Situasi itu menciptakan kesenjangan. Ada kelompok siswa yang lancar menjalani pembelajaran jarak jauh, sementara kelompok lain kesulitan melakukannya. Siswa yang tidak lancar menjalankan pembelajaran jarak jauh diperkirakan akan tertinggal dibandingkan siswa yang dapat mengakses sistem pembelajaran jarak jauh secara baik.
Menurut Anggi Afriansyah, peneliti sosiologi pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, pembelajaran jarak jauh tak harus mengandalkan teknologi. ”Guru bisa menggunakan Whatsapp dan antar jemput tugas. Hal ini harus didorong secara struktural melalui kebijakan yang berpihak, terutama kepada siswa miskin,” katanya, Selasa (14/7).
Pemerintah, menurut dia, tak bisa hanya mengandalkan kemandirian guru dan sekolah berinovasi menciptakan solusi praktis pembelajaran di masa pandemi. Pemerintah pusat dan daerah harus punya solusi praktis guna membangun situasi pembelajaran adaptif yang memampukan peserta didik memanfaatkan berbagai media pembelajaran di sekitarnya. Ia mengingatkan pemerintah untuk membuat kebijakan dan program yang mendukung siswa tanpa akses pada teknologi.
Mereka yang memiliki akses pada gawai dan internet akan lebih mudah mengadaptasi situasi baru karena mempunyai perangkatnya. ”Sebaliknya, mereka yang jauh dari teknologi informasi dan komunikasi karena keterbatasan akses itu kurang diperhatikan,” ujar Anggi.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Purwanto menyampaikan, hasil evaluasi pelaksanaan pembelajaran jarak jauh selama pandemi adalah siswa tidak memiliki gawai dan tidak mampu membeli paket internet. ”Saya meminta kepala sekolah berkoordinasi dengan guru untuk membuat bahan pembelajaran yang mudah diakses. Guru juga berkunjung ke rumah siswa secara berkala,” katanya.
Kepala Seksi Kurikulum, Pembinaan, dan Pengembangan Sekolah Menengah Pertama Dinas Pendidikan Kota Bandung, Jabar, Bambang Ariyanto mengatakan, 9,25 persen siswa sekolah dasar hingga menengah pertama di kota itu terkendala sarana penunjang dalam pembelajaran jarak jauh.
Kendala yang kerap ditemui adalah orangtua tidak mampu membelikan kuota internet untuk pembelajaran. Sebagian orangtua juga hanya memiliki satu ponsel dengan spesifikasi tidak memadai.
Beli sembako
Eka Ilham, guru SMKN 1 Palibelo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, mengatakan, kebijakan pemanfaatan dana BOS untuk memperlancar pembelajaran jarak jauh tak bisa diterapkan di sekolahnya. Sebagian besar siswa tidak memiliki ponsel dan kualitas koneksi internet di daerahnya sangat buruk. ”Akhirnya, dana BOS untuk kuota internet dibelikan sembako dan dibagikan kepada siswa,” katanya.
Menurut dia, pembelajaran luar jaringan (luring) juga tidak bisa optimal karena tempat tinggal siswa berjauhan. Banyak rumah siswa berada di pegunungan yang sulit dijangkau.
Guru pun belum tentu mendapat bantuan dana untuk membeli kuota internet dari dana BOS. Sri Haryati, guru honorer di Blitar, Jawa Timur, menyatakan, dirinya tak mendapatkan bantuan dana BOS untuk membeli paket internet. ”Biasanya saya hanya butuh Rp 65.000 per bulan, sekarang Rp 130.000 per bulan,” ujar Sri.
Bias kelas dalam pembelajaran jarak jauh ini harus diatasi dengan intervensi negara.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Satriwan Salim mengatakan, kebijakan fleksibilitas penggunaan dana BOS tak mengatasi persoalan siswa yang terkendala akses pada gawai/komputer/laptop dan internet. Pemberian atau peminjaman gawai serta penyediaan akses internet harus dijadikan solusi. ”Inisiatif pemda membantu siswa yang tak punya gawai sangat diperlukan. Pemerintah pusat bisa mengajak perusahaan penyedia layanan internet untuk memperluas jaringan,” ucapnya.
Tanpa upaya lebih besar dari pemerintah, lanjutnya, kesenjangan pendidikan semakin terlihat pada masa mendatang. Bias kelas dalam pembelajaran jarak jauh ini harus diatasi dengan intervensi negara.
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Ratih M Singkarru, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) virtual, Selasa, di Jakarta, menyarankan pemakaian radio komunitas yang memiliki daya jangkau luas bagi warga dengan akses internet terbatas.
Rapat dengar pendapat mengundang sejumlah perwakilan, antara lain dewan pendidikan dan dinas pendidikan dari Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Utara. Rapat menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain mendorong Kemendikbud segera menerbitkan kurikulum adaptif yang mudah digunakan dalam pembelajaran jarak jauh.