Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tengah menyelesaikan penyusunan kurikulum adaptif dan modul pembelajaran jarak jauh di masa pandemi Covid-19. Dalam waktu satu-dua minggu ke depan akan diluncurkan.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tengah menyelesaikan penyusunan kurikulum adaptif dan modul pembelajaran di masa pandemi ini. Dalam waktu satu hingga dua minggu ke depan diharapkan sudah selesai dan dapat didistribusikan ke sekolah.
Penyusunan kurikulum adaptif ini sesuai dengan aspirasi para guru. Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2020 agar guru memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa tanpa terbebani menuntaskan kurikulum belum cukup memberikan pedoman bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh di masa pandemi Covid-19. Demikian juga Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kemendikbud Nomor 15 Tahun 2020 tentang Panduan Pembelajaran Jarak Jauh.
”Saat ini tinggal finalisasi,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad dalam webinar yang diselenggarakan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Rabu (15/7/2020).
Hamid mengatakan dapat memahami banyaknya keluhan tentang ketidakefektifan pembelajaran jarak jauh. Hasil evaluasi Kemendikbud, siswa belajar di rumah rata-rata hanya satu-dua jam per hari, itu pun 90 persen hanya mengerjakan tugas yang diberikan guru.
”Pembelajaran daring dengan tatap muka tak lebih dari 37 persen, selebihnya secara semidaring ataupun luring. Kemendikbud masih terus memfasilitasi agar pembelajaran jarak jauh tetap berjalan,” kata Hamid.
Untuk sekolah yang bisa menyelenggarakan pembelajaran daring, para guru bisa mengakses bahan pembelajaran dari laman Rumah Belajar. Kemendikbud juga tetap bekerja sama dengan sejumlah penyedia sumber belajar digital. Program Belajar dari Rumah (BDR) melalui TVRI dan RRI tetap disediakan untuk siswa yang tidak mempunyai akses teknologi digital dan internet.
Namun, permintaan sekolah agar dana BOS untuk membeli HP bagi siswa tolong tidak dilakukan karena ini tidak termasuk yang diatur.
”Kerja sama dengan perusahaan penyedia jasa internet juga tetap dilanjutkan, juga relaksasi dana BOS (bantuan operasional sekolah) untuk pembelian kuota internet. Namun, permintaan sekolah agar dana BOS untuk membeli HP (telepon genggam) bagi siswa tolong tidak dilakukan karena ini tidak termasuk yang diatur (dalam relaksasi dana BOS),” katanya.
Masih terkendala
Dalam webinar tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Wahid Wahyudi mengatakan, masih banyak daerah di Jawa Timur yang belum ada akses internet. Ini terutama di daerah kepulauan, seperti Sumenep dan Sampang, serta daerah pegunungan, seperti Gresik, Pacitan, dan Trenggalek. Pemerintah Provinsi Jawa Timur bekerja sama dengan perusahaan penyedia jasa internet untuk memasang akses internet di daerah-daerah tersebut.
Di Jakarta pun, kata Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Pengendalian Penduduk dan Permukiman Suharti, belum semua sekolah bisa menyelenggarakan pembelajaran daring. Ada sejumlah sekolah yang sepenuhnya menyelenggarakan pembelajaran luring.
”Bagusnya di Jakarta banyak dukungan dari komunitas. Kami juga membagikan materi tertulis untuk yang luring. Untuk yang daring, kami bantu anak-anak membuat akun dan akses ke Google Classroom,” katanya.
Hamid mengatakan, sekolah tidak perlu melaksanakan pembelajaran daring jika akses ke teknologi digital dan internet tidak memungkinkan. Kondisi ini memang menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk meratakan akses internet di seluruh daerah. ”Penyediaan akses internet ini dengan Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika), tetapi tidak bisa saat ini,” ujarnya.
Karena itu, pembelajaran luring dengan guru kunjung menjadi pilihan untuk daerah-daerah tersebut. Guru dapat mengunjungi siswa yang dikumpulkan dalam kelompok-kelompok kecil dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. Cara ini memang paling memungkinkan dilakukan untuk tingkat sekolah dasar yang rumah para siswanya tidak berjauhan.
”Kalau (guru kunjung) terlalu berat, bisa pakai siaran radio, seperti dilakukan di Sanggau dan Halmahera Selatan, pemerintah daerah setempat bekerja sama dengan RRI. Guru mengajar secara bergantian di radio, siswa mendengarkan dengan petunjuk dari guru apa saja yang perlu dicatat. Tetapi, ini sifatnya pelengkap pembelajaran, yang utama tetap buku teks atau modul pembelajaran,” kata Hamid.