Tak Cuma Wali Murid, Guru Pun Tak Punya Telepon Pintar
Selama pandemi Covid-19, Juwita br Surbakti (37), guru honorer kelas II SDN 040483 Desa Payung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, setiap hari Kamis dan Jumat mengajar di losd selama satu jam.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
Dengan membawa anak bungsunya yang berumur dua tahun, Juwita br Surbakti (37), guru kelas II SDN 040483 Payung di Desa Payung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Jumat (28/8/2020) sudah tiba di losd Desa Payung pukul 09.00. Begitu dia tiba, beberapa siswanya langsung mengambil tiga lembar tikar plastik ke kantor kepala desa, berjarak 20 meter dari losd.
Hari Jumat memang jadwal siswa kelas II yang belajar di losd selama satu jam, dua hari dalam sepekan. Selama pandemi Covid-19, tepatnya sejak akhir Maret 2020, semua pelajar sekolah dasar di Desa Payung belajar luar jaringan alias offline, tetapi tidak di sekolah. Sementara pelajar SMP dan SMA mengikuti pembelajaran jarak jauh.
Kalaupun ada gaji, dengan kondisi pandemi Covid-19, Gunung Sinabung terus erupsi, uang masuk sangat seret. Gaji cukup untuk membeli kebutuhan sehari-hari, karena tanaman pun gagal panen setelah bolak-balik diterjang abu vulkanik dari erupsi Sinabung. (Juwita br Surbakti)
Alasan murid SD mengikuti belajar luar jaringan, karena umumnya orangtua, bahkan guru tidak memiliki telepon pintar. ”Dari lima guru honorer di sekolah, tinggal dua orang, termasuk saya, yang belum punya telepon pintar,” ujar Juwita yang tinggal di Desa Simpang Empat, sekitar 20 kilometer dari Payung.
Juwita yang baru dua tahun mengajar di SDN 040483 dan berstatus guru honorer kini digaji Rp 500.000 per bulan. Sebelumnya ibu dari dua putri ini menjadi guru honorer selama 14 tahun mengajar Bahasa Inggris di SDN 040484 dan tanpa gaji.
”Kalaupun ada gaji, dengan kondisi pandemi Covid-19, Gunung Sinabung terus erupsi, uang masuk sangat seret. Gaji cukup untuk membeli kebutuhan sehari-hari, karena tanaman pun gagal panen setelah bolak-balik diterjang abu vulkanik dari erupsi Sinabung,” tutur istri Edwinta Milala (38) ini.
Ketika mengajar, Juwita langsung meminta muridnya, yang hari itu hadir 14 orang dari 19 orang, menunjukkan hasil pekerjaan rumah yang diberikan pada Kamis (27/8/2020). Tidak semua siswa tuntas menggarap pekerjaan rumah, dengan berbagai alasan.
”Biasanya banyak yang tidak mengerjakan karena sangat tergantung bantuan dari orangtua. Kalau orangtuanya sibuk, anak pasti tidak mengerjakan PR,” ujar Juwita.
Hal serupa diutarakan Lusi br Sembiring (36), guru kelas VI SDN 040484 Payung. ”Bagaimana mau belajar daring, banyak siswa, termasuk orangtuanya, tidak memiliki telepon seluler. Maka sejak awal disepakati oleh kepala sekolah dan guru SD dengan kepala desa agar siswa SD belajar secara bergantian di losd,” katanya.
Meskipun demikian, ada pula guru yang menggelar pembelajaran dengan siswa di rumah sendiri, atau di rumah siswa yang bisa menampung satu kelas. Rata-rata dalam satu kelas, jumlah murid 7-19 orang. Jadi ketika ”sekolah” di losd, jadwal setiap kelas dua jam setiap pertemuan, selama dua hari berturut-turut dalam sepekan.
Ketika sekolah digelar di losd desa, setiap kelas mengambil sudut di losd tertentu. Misalnya, kelas V di sisi selatan losd, kelas VI di bagian timur, sedangkan pelajar SMP dan SMA mencari lokasi sendiri di losd tersebut. Paling tidak di sekitar tempat mereka belajar daring tersedia kabel listrik sehingga bisa mengecas komputer jinjing atau ponsel selama belajar.
Gratis dari desa
Belajar di losd desa tidak hanya dilakukan oleh pelajar SD. Justru hampir semua siswa SD, SMP, hingga SMA juga mahasiswa memanfaatkan Wi-Fi gratis yang disediakan kepala desa khusus untuk pelajar dan mahasiswa.
Wi-Fi gratis dibiayai menggunakan dana desa untuk memberikan fasilitas data gratis bagi pelajar dan mahasiswa. Wi-Fi gratis bisa dinikmati dari pukul 08.00 hingga pukul 17.00.
Seperti dikemukakan Repa Pandia (16), siswa SMAN Tiganderket yang setiap hari belajar daring bersama teman-temannya dengan memanfaatkan Wi-Fi gratis di losd desa. Langkah serupa diikuti pelajar SMAN Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, yang memilih pulang ke rumah selama pandemi Covid-19. Dia lantas belajar daring menggunakan Wi-Fi gratis di desa tempat tinggalnya.