Sepanjang tahun 2020, industri media massa berhadapan dengan tantangan keberlanjutan usaha dan isu profesionalisme. Dukungan pemerintah dinantikan.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Tekanan disrupsi teknologi digital diikuti pandemi Covid-19 menimbulkan dua tantangan media massa sepanjang tahun 2020, yakni keberlanjutan bisnis dan profesionalisme kerja jurnalistik. Dua tantangan itu tidak bisa dilalui media massa tanpa dukungan pemerintah.
Hal itu mengemuka dalam konferensi pers "Catatan Akhir Tahun 2020 Dewan Pers", Rabu (23/12/2020), di Jakarta.
Pada tantangan keberlanjutan media, krisis memukul operasional perusahaan media massa. Akibat menurunnya pendapatan, sejumlah perusahaan media merampingkan manajemen, seperti melakukan pemutusan hubungan kerja karyawan, dan mengurangi gaji karyawan.
Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers, Agus Sudibyo, mengatakan, jika akan ada perampingan manajemen, Dewan Pers selalu mengimbau agar perusahaan media bersangkutan berhati-hati. Upaya kekeluargaan untuk mengutamakan hak karyawan mesti dikedepankan agar tidak tercipta masalah hubungan industrial. "Pemutusan hubungan kerja mesti ditimbang ulang," ujarnya.
Terkait disrupsi teknologi digital, kondisi saat ini menunjukkan perusahaan platform digital makin memiliki jaringan dan berpengaruh pada kehidupan publik. Pendapatan iklan mereka makin besar dan menggeser kedudukan media massa konvensional. Di tengah tekanan itu, perusahaan media massa tidak cukup hanya bertahan dengan konten jurnalistik dan beradaptasi dengan teknologi bagus.
Hal itu disebabkan pada saat bersamaan masyarakat cenderung suka memperoleh informasi dengan cepat, mudah, dan gratis. Berbagi konten berita berupa "file pdf" koran cetak jamak dijumpai di media sosial ataupun pesan instan. Fenomena ini disebut sebagai free online culture. Jika dibiarkan, hal itu akan menggerogoti daya hidup perusahaan media massa.
Menyikapi kondisi ini, lanjut Agus, Dewan Pers memandang perlu dirumuskan aturan main lebih transparan, adil, dan menjamin kesetaraan antara platform digital dan penerbit media. Pemerintah telah berkomitmen memberi insentif kepada perusahaan media massa pada 2020. Dewan Pers menanti aturan teknis agar bisa dijalankan mulai tahun 2021.
Untuk menjamin ekosistem media massa berkelanjutan, Pemerintah Indonesia perlu bercermin pengalaman negara lain yang industri media massanya juga berhadapan dengan tekanan disrupsi teknologi digital. Misalnya, Jerman mempunyai hukum khusus mengatur media sosial, media daring, media penyiaran, dan media cetak, meski masing-masing saling beririsan.
Pengaduan kasus pers
Di tengah tekanan itu, Nuh menyebut sepanjang tahun 2020, Dewan Pers menerima angka pengaduan kasus pers cukup tinggi. Realitas itu menunjukkan meningkatnya kepercayaan publik terhadap mekanisme penyelesaian kasus pers menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Di sisi lain, dunia jurnalisme Indonesia perlu diperbaiki.
" Mayoritas kasus pemberitaan pers yang ditangani Dewan Pers berakhir dengan kesimpulan “terjadi pelanggaran kode etik jurnalistik oleh media diadukan”, baik serius maupun ringan. Maka, kami mengingatkan agar wartawan harus selalu mengungkapkan fakta. Hakikat kebenaran didasarkan pada fakta data lapangan," tegas Nuh.
Mayoritas kasus pemberitaan pers yang ditangani Dewan Pers berakhir dengan kesimpulan bahwa terjadi pelanggaran kode etik jurnalistik oleh media diadukan.
Ketua Komisi Pemberdayaan Organisasi Dewan Pers, Asep Setiawan, mengingatkan fungsi ruang-ruang virtual di media sosial yang kini marak dipakai individu wartawan ataupun perusahaan media massa.
Produk jurnalistik yang diunggah di media sosial tetap merupakan produk jurnalistik sepanjang diunggah oleh saluran resmi milik perusahaan media massa. Apabila seorang wartawan mengemukakan pandangannya di media sosial, hal itu harus dipastikan pandangan pribadi atau bukan.
"Intinya, produk jurnalistik mesti mengutamakan kode etik jurnalistik dan mengedepankan cover both sides. Saya rasa, prinsip mendasar ini perlu selalu dipahami individu wartawan," katanya.
Agus menyampaikan, sepanjang tahun 2020, Dewan Pers menemukan ada pemidanaan dan kekerasan dialami wartawan. Sebagai contoh, kasus Diananta Putra Sumedi, mantan Pemimpin Redaksi Banjarhits.id, yang mendapatkan vonis penjara tiga bulan 15 hari oleh Pengadilan Negeri Kotabaru, Pulau Laut, Kalimantan Selatan.
Dewan Pers telah mengingatkan bahwa kasus Diananta adalah kasus pers yang semestinya diselesaikan berdasarkan mekanisme sebagaimana telah diatur dalam UU No 40/1999.
"Kami berharap, pada tahun - tahun mendatang, kasus serupa tidak terulang kembali. Patokannya adalah Dewan Pers sudah melakukan nota kesepahaman dengan Polri. Ini semestinya dihormati," tegas Agus.