Ada 250 ukiran kayu hingga anyaman buatan ”Maramowe” dari Mimika, Papua, dipamerkan di Jakarta. Karya seni mereka kini menanti dijemput para apresiator seni ke rumah baru.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
Di tengah orang yang berlalu-lalang, Hengky Wiriyu (32) sibuk mencari dua karya ukirannya. Tapi, karya ukirnya tidak ada lagi di tempat pajangan. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan. Matanya menyapu ruangan yang dipenuhi karya ukiran dari teman-teman sesama pengukir. Namun, ukirannya entah ada di mana.
Mata Hengky akhirnya menangkap salah satu karya ukirnya di sudut ruangan. Seseorang sedang memegang karya tersebut. Hengky otomatis berhenti mencari. ”Sepertinya ukiran itu sudah dibeli orang,” kata Hengky di Jakarta, Rabu (28/10/2021) malam.
Saat membeli ukiran, mereka tahu apa yang dibeli dan dapat mengapresiasinya.
Hengky adalah salah satu maramowe atau pengukir yang terlibat dalam Kamoro Art Exhibition and Sale 2021, acara pengenalan budaya dan karya seni suku Kamoro. Kamoro adalah satu dari 255 suku asli di Papua. Adapun acara ini hasil kolaborasi antara PT Freeport Indonesia (PTFI), Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe (MWK), dan Plataran Indonesia.
Kegiatan ini berlangsung pada 27-29 Oktober 2021. Tujuannya agar publik mengenal suku Kamoro beserta karya seni yang mereka hasilkan. Adapun orang Kamoro dikenal dengan karya ukir, anyaman, dan tariannya.
Hengky mengatakan, ia mulai mengukir saat berumur 18 tahun. Beberapa tahun sebelum boleh mengukir, Hengky harus mengikuti ritual adat, kemudian diajari proses menjadi dewasa oleh para ipar. Pendewasaan tersebut termasuk cara mencari pangan, memilih kayu, membelah kayu, dan mengukir.
Tidak sembarang orang boleh mengukir. Hanya keturunan maramowe yang punya hak adat untuk mengukir. Orang yang tidak punya hak adat, tapi punya bakat mengukir, dapat dijadikan anak angkat oleh pemilik hak adat. Dengan demikian, orang tersebut baru boleh mengukir.
”Di satu kampung ada hak mengukir yang beda-beda. Ada yang ’keturunan’ (semacam totem) ikan, buaya, ular, dan lainnya. Mereka hanya bisa mengukir sesuai ’garis keturunan’-nya. Saya ’keturunan’ buaya, maka saya hanya boleh mengukir (bentuk dan motif) buaya. (Inspirasi) ukiran juga datang dari alam, seperti sungai dan laut,” ujar Hengky.
Selama ini, Hengky sudah menghasilkan sedikitnya 10 ukiran. Hal pertama yang ia ukir adalah yamate, sejenis tameng yang dulu digunakan untuk menangkis serangan musuh saat perang. Yamate kini berubah fungsi menjadi pajangan. Materialnya pun ikut berubah.
Yamate semula dibuat dari kayu putih karena ringan. Kini, yamate kerap dibuat dari kayu besi atau disebut pota dalam bahasa Kamoro. Pota juga jadi material utama dari ukiran-ukiran di Kamoro Art Exhibition and Sale 2021. Selain pota, ada juga ukiran dari iwe atau pohon waru.
”Kayu dipakai karena itu bahan yang ada di sekitar kami. Kayu juga sudah digunakan secara turun-temurun,” tutur Hengky.
Kesempatan bergilir
Selain Hengky, ada tujuh perupa lain yang datang ke Jakarta untuk mengenalkan budaya Kamoro. Ketua Yayasan MWK Luluk Intarti mengatakan, karya ukiran dan anyaman kali ini hasil karya maramowe di Kampung Naena Muktipura. Yayasan MWK biasanya menggilir kesempatan mengikuti pameran dari kampung ke kampung.
”Kami harap ukiran kami bisa habis terjual. Kalau tidak dijual, preservasi (kesenian) tidak akan berjalan. Kami juga berharap agar publik bisa mengenal Kamoro. Jadi, saat membeli ukiran, mereka tahu apa yang dibeli dan dapat mengapresiasinya,” kata Luluk.
Apresiasi seni dari publik ia nilai bakal mendorong maramowe untuk semakin produktif. Adanya pameran seni dinilai tidak hanya menumbuhkan semangat berkarya, tetapi juga memacu maramowe untuk mengasah keterampilan. Luluk menambahkan, hasil karya para maramowe berkembang dan menjadi semakin halus dibandingkan beberapa tahun sebelumnya.
Adapun karya para maramowe dijual dari kisaran harga Rp 200.000 hingga hampir Rp 30 juta. Sebagian besar hasil penjualan akan diserahkan ke maramowe. Sebagian kecil lainnya akan digunakan untuk pengembangan dan regenerasi maramowe Kamoro.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengajak publik membeli karya para maramowe Kamoro. Itu bukan hanya bentuk apresiasi terhadap seni dan budaya, melainkan juga agar seni dan budaya Indonesia bisa terus hidup.
Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengapresiasi Kamoro Art Exhibition and Sale 2021. Apresiasi lebih lanjut ditunjukkan dengan membawa pulang setidaknya tiga ukiran malam itu.