Guru Penganiaya Siswa Ditarik untuk Pengawasan ke Dinas Pendidikan Surabaya
Kasus penganiayaan guru terhadap siswa di SMP Negeri 49 Surabaya diselesaikan dengan menarik pelaku untuk pengawasan dan pembinaan di Dinas Pendidikan Kota Surabaya.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·5 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan SMP Negeri 49 Surabaya, Jawa Timur, berinisial JS menjadi tersangka kasus penganiayaan terhadap siswa berinisial MR. Tindakan JS mengakibatkan dirinya diperkarakan dan menjadi tersangka dalam penyidikan kasus oleh Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya. Selain itu, JS dinonaktifkan dari mengajar untuk pengawasan dan pembinaan di Dinas Pendidikan Kota Surabaya.
”Ditarik ke Dinas Pendidikan untuk pengawasan dan pembinaan,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi seusai mengunjungi keluarga MR di Jalan Kutisari Utara, Rabu (2/2/2022) siang. Sampai saat ini, proses hukum terhadap JS oleh tim penyidik Polrestabes Surabaya masih berlangsung meski ada kemungkinan keluarga korban akan mencabut laporan karena sudah memaafkan.
Kasus penganiayaan ini bermula dari beredarnya video singkat atau berdurasi tiga detik di media sosial yang memperlihatkan seorang guru (lelaki) memukul seorang siswa. Dari penelusuran diketahui bahwa peristiwa itu terjadi di SMP Negeri 49 Surabaya pada 25 Januari 2021. Video menjadi viral dan menyita perhatian pemerintah, DPRD, dan warga, terutama di Surabaya.
Ditarik ke Dinas Pendidikan untuk pengawasan dan pembinaan.
Selanjutnya, Ali Muhjayin, ayahanda MR, tidak terima putranya dianiaya oleh guru sehingga membuat laporan ke Polrestabes Surabaya. Oleh petugas, kasus ditindaklanjuti dan pada akhir Januari 2022 dinyatakan bahwa JS ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan. JS dituduh melanggar Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 sebagai perubahan kedua atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman minimal 3 tahun penjara.
”Saya, guru PJOK (Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan) SMP Negeri 49 Surabaya, mohon maaf kepada siswa saya karena telah melakukan kesalahan pada saat pembelajaran di kelas,” ujar tersangka di Kantor Polrestabes Surabaya.
”Kepada pihak keluarga, khususnya korban (MR), saya minta maaf yang sebesar-besarnya dan saya menyesal untuk perbuatan ini sehingga ke depannya tidak saya ulangi lagi. Terima kasih,” kata JS.
Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Surabaya Ajun Komisaris Besar Mirzal Maulana, JS mengaku menganiaya MR karena emosi saat proses belajar-mengajar di kelas. Padahal, siswa atau korban tidak berbuat kesalahan fatal. Siswa sekadar tidak dapat menjawab pertanyaan guru. Namun, JS malah emosi dan merasa khilaf karena kemudian memukul siswa di hadapan peserta didik lain.
Kepada Wali Kota Surabaya, Ali Muhjayin mengatakan mohon maaf karena kasus yang menimpa anaknya membuat kegemparan dan menjadi perhatian luas. Sebagai warga, ada keharusan untuk bertanggung jawab membuat adem suasana. ”Saya mohon maaf Pak, hanya karena saya, Surabaya jadi perhatian. Padahal, dari lubuk hati terdalam, saya sudah memaafkannya (JS),” katanya.
Ali melanjutkan, dirinya lega karena JS tidak lagi mengajar dan ditarik ke Dinas Pendidikan Surabaya. ”Besar kemungkinan saya akan mencabut laporan. Saya masih pertimbangkan,” ujarnya.
Kepada Wali Kota Surabaya, MR mengatakan juga telah memaafkan guru yang memukulnya. Peristiwa kekerasan itu tidak membuat dirinya menjadi enggan kembali ke sekolah. MR tetap ingin kembali ke sekolah dan masih meyakini bahwa di sekolah akan tetap aman dan nyaman.
”Saya berterima kasih kepada Pak Eri yang akan memberikan saya dan saudara kembar saya sepeda sehingga dapat digunakan untuk bersekolah. Saya berjanji akan semakin bersemangat belajar,” katanya.
Eri mengatakan, keluarga ini memberikan contoh kebesaran hati kepada pelaku kekerasan. Keluarga telah memaafkan pelaku, bahkan mendoakan agar tidak terjadi lagi peristiwa serupa dalam dunia pendidikan di Surabaya.
Meski bekerja dengan penghasilan tidak tetap sebagai penjual sayur keliling, Ali menolak masuk dalam kategori masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan sejumlah privilese dari pemerintah. ”Kebesaran hati beliau dan keluarga ini luar biasa,” katanya.
Eri menyatakan, peristiwa di SMP Negeri 49 Surabaya harus menjadi pembelajaran bagi semua sivitas pendidikan di ibu kota Jatim itu. Eri menginginkan kekerasan tidak terjadi lagi di sekolah, apalagi dilakukan oleh guru dan tenaga pendidikan terhadap siswa-siswi. ”Bekerjalah dengan hati dan empati,” ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Surabaya Yusuf Masruh menambahkan, pihaknya telah dan masih memberikan pendampingan psikologis kepada MR. Selain itu, JS akan diawasi dan dibina. Jika ada indikasi pelaku mengulangi perbuatan serupa di tempat lain, sanksi lebih tegas dan keras akan diajukan.
Dalam acara pengarahan kepada para guru, kepala sekolah, dan pengawas di tingkat SD dan SMP di Kota Surabaya, Senin siang, Eri kembali menekankan agar semua pihak di kota ini terus mempertahankan kota layak dan ramah anak.
Dalam kegiatan yang digelar secara dalam jaringan itu disampaikan, kejadian beberapa hari lalu mengenai seorang guru yang memberikan hukuman kepada muridnya menjadi catatan penting bagi dirinya dan dunia pendidikan di Kota Surabaya. Ia kemudian mengingatkan bahwa para guru adalah orangtua bagi para siswa saat berada di sekolah.
”Sudah cukup ada hal seperti itu, Surabaya ini kota layak dan ramah anak. Masa dicoreng? Dan yang mencoreng adalah orangtuanya sendiri, sudah ini yang terakhir,” ucap Eri. Di sisi lain, ia juga memahami bahwa yang dilakukan oleh guru tersebut dilandasi emosi karena kelelahan saat mengajar.
Guru, menurut mantan Kepala Bappeko Surabaya ini, boleh tegas dan disiplin dalam mendidik, tetapi juga harus didasari dengan hati yang akhlakul karimah. ”Ini yang saya minta kepada njenengan (Anda) semuanya. Para kepala sekolah adalah pemimpin yang bisa membawa guru dalam satu perahu besar, yakni perahu pendidikan di Kota Surabaya,” ujarnya.
Selain itu, untuk membentuk karakter siswa yang berlandaskan agama, ia berharap para guru bisa mendekatkan hatinya kepada para siswa. Guru juga diharapkan memberi pemahaman agama kepada siswa berdasarkan kepercayaan masing-masing pada 30 menit sebelum pulang sekolah.