Jejak Budaya Berusia 40.000 Tahun Ditemukan di China
Peneliti menemukan jejak pengolahan oker, pewarna alami dari tanah liat, tertua sejauh ini. Temuan ini menunjukkan budaya manusia 40.000 tahun lalu.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penggalian situs arkeologi di China bagian utara memberi petunjuk mengenai kebudayaan manusia 40.000 tahun lalu. Peneliti menemukan bukti pengolahan oker atau pewarna alami dari tanah liat yang menjadi bukti tertua sejauh ini di Asia Timur.
Penggalian dilakukan di situs Xiamabei, tepatnya di Cekungan Basin di utara China. Mengutip laman Max Planck Institute for the Science of Human History, Selasa (15/3/2022), peneliti menemukan sejumlah artefak yang digunakan untuk memproses oker, salah satunya lempengan batu kapur memanjang. Batu itu diperkirakan sebagai salah satu alat pengolahan oker karena memiliki sisi halus yang mengandung noda kemerahan.
Peneliti dari Universitas Bordeaux, Profesor Francesco d’Errico, mengatakan, manusia zaman dulu menumbuk dan mengikis oker sehingga menjadi bubuk. Warna dan konsistensi oker yang dihasilkan bisa beragam.
Peneliti masih mempelajari fungsi oker bagi manusia di zaman itu. Namun, fungsinya diperkirakan bersifat simbolik, misalnya untuk dekorasi tubuh. Oker juga bisa digunakan sebagai bahan perekat.
Artefak lain yang ditemukan di Xiamabei berupa dua potong oker dengan komposisi mineral yang berbeda. Menurut para peneliti, artefak-artefak itu digunakan untuk memproduksi oker dalam jumlah besar. Ini sekaligus menunjukkan bahwa oker digunakan secara luas pada masa itu.
”Produksi oker di Xiamabei merupakan praktik paling awal yang diketahui di Asia Timur,” ucap d’Errico.
Artefak tersebut ditemukan di galian sedalam 2,5 meter. Lapisan sedimen di sana diperkirakan berumur 39.000-41.000 tahun. Sedimen yang berasal dari Zaman Batu ini mengandung banyak sisa hewan dan artefak, antara lain lebih dari 430 tulang mamalia, bekas perapian, peralatan yang terbuat dari tulang, dan lebih dari 380 peralatan dari batu.
Menurut peneliti dari Chinese Academy of Sciences and the Max Planck Institute for the Science of Human History, Shixia Yang, situs Xiamabei ditinggalkan penghuninya pada suatu masa. Namun, sisa-sisa tulang hingga batu yang kini ditemukan kemungkinan berada di tempat aslinya.
”Dengan ini, kita bisa menyingkap gambaran jelas tentang bagaimana orang hidup 40.000 tahun lalu di Asia Timur,” kata Yang dikutip dari Science Alert. Adapun jurnal tentang temuan ini telah dipublikasikan di Nature.
Informasi penting
Di sisi lain, penemuan perkakas batu ini memberi informasi penting soal industri pembuatan perkakas di masa lalu. Ini karena belum banyak informasi soal perkakas batu di Asia Timur. Yang diketahui selama ini adalah batu digunakan sebagai perkakas dengan teknologi microblade sejak 29.000 tahun lalu.
Perkakas batu yang ditemukan di Xiamabei pun tergolong unik. Mayoritas perkakas yang ditemukan dibuat dalam ukuran mini. Lebih dari setengahnya berukuran kurang dari 20 milimeter.
Beberapa di antaranya bahkan menunjukkan bukti adanya pegangan. Berdasarkan analisis residu, perkakas tersebut dulu digunakan untuk memotong bagian lunak pada hewan, memotong tanaman, mengikis, dan mengebor.
Sementara itu, para peneliti belum bisa menentukan hominin apa yang mendiami Xiamabei di masa itu. Ada tanda kehadiran Homo sapiens, tetapi peneliti juga mempertimbangkan adanya Denisovan atau Neanderthal.