logo Kompas.id
EkonomiPemerintah Diminta Laksanakan ...
Iklan

Pemerintah Diminta Laksanakan Aturan

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Golkar Satya Widya Yudha meminta agar pemerintah melaksanakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 yang menyinggung syarat dan ketentuan ekspor mineral bukan hasil pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Aturan itu membuat PT Freeport Indonesia, perusahaan tambang asal Amerika Serikat yang beroperasi di Papua, tidak bisa mengekspor konsentrat tembaga. Freeport bakal mengurangi produksi konsentrat, termasuk mengurangi tenaga kerja perusahaan.Menurut Satya, PP No 1/2017 yang merupakan perubahan keempat PP No 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, sejatinya menjembatani cita-cita hilirisasi mineral di dalam negeri yang tak sepenuhnya terlaksana, seperti yang diatur dalam UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dengan berbagai aturan turunannya, batas akhir ekspor mineral bukan hasil pengolahan dan pemurnian adalah 11 Januari 2017 dan diperpanjang lagi hingga lima tahun berikutnya lewat PP No 1/2017."Bila memang (Freeport Indonesia) tidak memenuhi syarat ekspor, ya, jangan diberi dong (izin ekspornya). Pemerintah harus taat terhadap aturan yang mereka buat sendiri. Apa pun risikonya," kata Satya, Minggu (5/2), di Jakarta.Di satu sisi, lanjut Satya, ia juga meminta pihak perusahaan agar patuh terhadap ketentuan dan perundangan yang berlaku di Indonesia. Dalam hal hilirisasi mineral, perusahaan dikenai kewajiban membangun smelter (fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral) di dalam negeri. Apabila perusahaan tak memenuhi syarat ekspor dan berdampak pada pengurangan produksi atau tenaga kerja, itu adalah risiko yang harus ditanggung akibat aturan yang tak dilaksanakan.Dalam PP No 1/2017 dinyatakan, hanya pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang bisa mengekspor mineral bukan hasil pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Pemegang kontrak karya (KK), seperti PT Freeport Indonesia, yang selama ini diperbolehkan mengekspor konsentrat, harus mengubah status operasinya menjadi IUPK untuk mendapat izin ekspor.Karena itu, untuk mendapat izin ekspor yang berlaku selama setahun, pemegang IUPK harus melampirkan kemajuan pembangunan smelter di dalam negeri. Pemerintah mengevaluasi kemajuan pembangunan smelter setiap enam bulan. Apabila kemajuan pembangunan tidak memenuhi syarat, izin ekspor dapat dicabut.Dalam pernyataan resmi yang dimuat di laman Freeport McMoRan Inc, induk usaha PT Freeport Indonesia, Jumat (3/2), Presiden dan CEO Freeport McMoRan Inc Richard C Adkerson menyebut pihaknya terlibat aktif dengan Pemerintah Indonesia agar PT Freeport Indonesia bisa beroperasi penuh. Pihaknya mengungkapkan rasa kecewa lantaran belum ada kesepakatan dengan Pemerintah Indonesia. Pengurangan produksi dan tenaga kerja, serta menahan rencana investasi penambangan bawah tanah menjadi beberapa pilihan atas kebuntuan tersebut. (APO)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000