logo Kompas.id
EkonomiRealisasi Impor Butuh Waktu
Iklan

Realisasi Impor Butuh Waktu

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar mengatakan, perlu waktu untuk merealisasikan impor gas oleh industri. Pasalnya, infrastruktur gas bumi terbatas sehingga impor tidak bisa segera direalisasikan. Kebijakan impor diharapkan bisa menaikkan daya saing industri di Indonesia.Infrastruktur gas yang dimaksud Arcandra adalah unit penyimpanan dan regasifikasi terapung (FSRU) yang saat ini jumlahnya sangat terbatas. Di Indonesia, baru ada dua FSRU yang beroperasi, yaitu FSRU Jawa Barat, FSRU Lampung, serta satu unit regasifikasi terapung (FRU) Benoa di Bali. "Impor gas perlu waktu. Kenapa? Ini, kan, impor, jadi berupa LNG (gas alam cair). Maka, infrastruktur harus dibangun terlebih dahulu. Untuk membangunnya perlu waktu bertahun-tahun," kata Arcandra seusai membuka International Indonesia Gas Conference and Exhibition 2017, Selasa (7/2), di Jakarta.Arcandra membantah kebijakan impor gas ini lantaran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi tak bisa direalisasikan sepenuhnya. Dari tujuh sektor industri yang berhak menikmati penurunan harga, baru tiga sektor industri yang menikmati, yaitu baja, petrokimia, dan pupuk. Senior Vice President Gas and Power pada PT Pertamina (Persero) Djohardi Angga Kusumah mengatakan, keputusan pemerintah memperbolehkan industri mengimpor gas secara langsung bukan hanya karena faktor harga. Namun, di masa mendatang, Indonesia dibayangi defisit gas di dalam negeri. Pada 2030, defisit gas di Indonesia diperkirakan 3.000-3.500 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). "Pada 2019, Indonesia diperkirakan bakal defisit gas sekitar 500 MMSCFD. Ada ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan pasokan. Apalagi, secara rata-rata, permintaan gas di dalam negeri tumbuh sekitar 5 persen per tahun," ujar Djohardi.HargaMengenai harga, Djohardi tak memungkiri, harga gas internasional saat ini sedang murah lantaran pasokan gas yang melimpah di pasaran. Untuk pasar gas berjangka, harganya berkisar 7 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU) dan 5 dollar AS per MMBTU untuk pasar tunai (spot). Adapun harga gas untuk industri di dalam negeri sekitar 8-12 dollar AS per MMBTU.Pengajar pada Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, kebijakan impor LNG belum tentu membuat harga gas bagi industri menjadi lebih murah. Sebab, harga tersebut akan mengikuti harga yang berlaku di pasar internasional. Dengan harga minyak di kisaran 50 dollar AS per barrel, harga LNG yang sampai di pelabuhan (landed price) di kawasan Asia Pasifik menjadi sekitar 8 dollar AS per MMBTU."Dengan impor LNG-pun, Perpres 40/2016 bukan berarti bakal lebih mudah direalisasikan. Di mana pun, harga gas sangat dipengaruhi banyak faktor, seperti volume, sumber pasokan, infrastruktur, atau kebijakan sebuah negara. Apalagi, kalau membelinya dalam volume kecil," kata Pri Agung. (APO)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000