JAKARTA, KOMPAS -- Meski diprioritaskan sebagai fasilitas riset, fasilitas Gedung Iradiator Merah Putih di kompleks Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek) Serpong, Tangerang Selatan, nantinya juga bisa menjadi pedoman bagi pengusaha atau pemerintah daerah yang berniat memiliki fasilitas sama di berbagai daerah.
Pembangunan gedung iradiator oleh kontraktor PT Adhi Karya di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek) Serpong ini sudah mencapai 70 persen sejak dimulai awal tahun 2016. Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Djarot Sulistio Wisnubroto, Selasa (7/2), mengatakan, fasilitas ini bertujuan memberi nilai tambah komoditas pangan atau sterilisasi alat kesehatan.
Dengan disinari radiasi sinar gamma, beberapa manfaat bisa didapat, seperti mencegah tunas tumbuh dan mematikan bakteri patogen secara signifikan. "Sudah ada gedung iradiator di Pasar Jumat, Jakarta, yang kerepotan menerima permintaan penyinaran dari pengusaha karena keterbatasan kapasitas,” ujar Djarot. Fasilitas baru ini berdiri di lahan seluas 2 hektar dan menghabiskan dana Rp 76 miliar.
Penyinaran sinar gamma di dalam gedung iradiator berlangsung dengan rel yang membawa barang-barang yang berjalan melalui labirin hingga memasuki ruang iradiasi. Di dalam kamar yang dilapisi tembok beton setebal 2 meter ini terdapat kolam berisi sumber radiasi sinar gamma, yakni kobalt-60. Terdapat rute khusus yang dilalui rel berisi barang untuk memastikan penyinaran berlangsung homogen atau merata di seluruh bagian.
Pengelola Gedung Iradiator Gamma Merah Putih, Nada Marnada, menyebut penggunaan radiasi untuk pengawetan pangan dan alat kesehatan sudah dijamin lewat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 701/Menkes/Per/VIII/2009 dan di dalam terdapat 12 jenis pangan yang diperbolehkan berikut tujuannya. Beberapa contoh bahan pangan itu, antara lain, umbi lapis untuk menghambat pertunasan selama penyimpanan, serealia yang disinari untuk membasmi serangga dan mengurangi jumlah mikroba, hingga daging unggas untuk menambah masa simpan dan mengontrol infeksi oleh parasit tertentu.
Dimanfaatkan industri
Nada mengatakan, keberadaan fasilitas ini diharapkan bisa dimanfaatkan oleh industri yang berada di Provinsi Banten untuk meningkatkan kualitas produk mereka. Permintaan dari daerah lain memang mengemuka saat perwakilan Batan mengadakan tur keliling daerah untuk memperkenalkan gedung iradiator. Satu-satunya kendala adalah jarak karena mereka harus membawa sendiri produk ke gedung iradiator.
Menurut Nada, terdapat gedung iradiasi yang sepenuhnya dikelola swasta di daerah Cibitung, Bekasi, yang memiliki tarif yang lebih tinggi dari yang dikenakan di fasilitas mereka. Penyinaran bahan dengan volume 1 meter kubik di fasilitas iradiasi milik Batan dikenai biaya Rp 500.000, sementara di fasilitas swasta itu, iradiasi 0,6 meter kubik bahan bisa dikenai tarif 225 dollar AS.
"Dalam waktu dekat, kami memang mengupayakan ada penyesuaian tarif agar bisa lebih bersaing," ujar Nada.
Dengan pembangunan gedung iradiator ini, lanjutnya, diharapkan bisa mendorong pihak lain untuk bisa mengulanginya di tempat lain. Prosesnya tidak sesulit yang dilakukan Batan karena mereka sudah merampungkan berbagai izin keamanan, desain produk, dan sebagainya yang bisa dijadikan referensi.
Reaktor eksperimental
Batan juga membuat kemajuan selangkah dalam pembangunan reaktor daya eksperimental (RDE) yang terletak di satu kawasan dengan gedung iradiator dengan luas lahan 18 hektar. Izin tapak atau pemanfaatan lahan untuk reaktor nuklir guna keperluan eksperimen ini diperoleh dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) pada tanggal 23 Januari setelah pengajuan izin dimulai November 2015.
Tahapan setelah izin tapak adalah izin konstruksi berikut konstruksi yang diperkirakan memakan waktu hingga empat tahun dengan biaya Rp 2,2 triliun. Sesudahnya izin comissioning atau pengujian peralatan yang dilangsungkan sekitar enam bulan.
"Kemungkinan RDE paling cepat dioperasikan pada tahun 2023. Hal itu pun juga tidak bisa dilepaskan dari faktor ketidakpastian yang kuat," kata Yarianto Sugeng Budi Susilo, Kepala Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir Batan.
Reaktor ini akan bisa menghasilkan listrik 3,3 megawatt dan juga uap panas dengan temperatur 700 derajat yang bisa dimanfaatkan oleh industri lain untuk memproduksi hidrogen, gasifikasi batubara, atau smelter. Yarianto mengungkapkan bahwa reaktor ini tergolong dalam generasi keempat dan memiliki protokol pengamanan agar tidak perlu menimbulkan ketakutan berlebihan.
Kini Batan bersama Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan Nasional tengah menimbang mitra untuk pembangunan fasilitas ini. Djarot mengungkapkan ada dua negara yang saat ini paling proaktif mendekat yakni Rusia dan Tiongkok, meski tidak tertutup kemungkinan negara lainnya juga bisa masuk.
Keduanya memiliki keunggulan untuk dipertimbangkan sebagai mitra dan menawarkan bantuan dengan skema pinjaman lunak. Terbuka peluang untuk memakai pendanaan dari APBN secara murni meski ada konsekuensinya sendiri. "Menggunakan APBN sepenuhnya punya konsekuensi seperti ketentuan yang ketat misalnya waktu pengerjaan sementara membangun reaktor nuklir dipenuhi faktor ketidakpastian," ujar Djarot. (ELD)