logo Kompas.id
EkonomiPengampunan Terakhir
Iklan

Pengampunan Terakhir

Oleh
· 2 menit baca

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017, sebagai perubahan keempat PP No 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, disebutkan hanya pemegang izin usaha pertambangan dan izin usaha pertambangan khusus yang bisa mengekspor mineral mentah. Beberapa waktu lalu, aturan ini memicu polemik terkait ekspor mineral mentah dan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter.Pasal tersebut membuat PT Freeport Indonesia (PT FI), sebagai produsen konsentrat tembaga terbesar di Indonesia, tidak bisa mengekspor lantaran status operasi perusahaan masih berupa kontrak karya (KK). Padahal, untuk mengubah status operasi dari izin usaha pertambangan khusus (IUPK) menjadi KK butuh waktu berbulan-bulan. Kondisi itu menyebabkan Freeport-McMoRan Inc, perusahaan induk PT FI di Amerika Serikat, mengeluarkan kebijakan yang bakal berdampak pada pengurangan tenaga kerja, penangguhan investasi, dan tentu pengurangan produksi. Entah ada kaitannya atau tidak, tak lama kemudian Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, selagi PT FI mengurus perubahan status KK menjadi IUPK, perusahaan itu bakal diberi izin ekspor konsentrat. Status operasi yang diberikan kepada PT FI dinamai IUPK sementara.Jonan beralasan, pemberian izin sementara berikut IUPK sementara itu didasarkan pada keinginan pemerintah agar tidak terjadi penurunan aktivitas ekonomi dan pengangguran di Papua, terutama di Kabupaten Mimika, lokasi operasi PT FI. Sejumlah pihak menyebut, pemerintah seperti tak berdaya di hadapan Freeport. Namun, dalam berbagai kesempatan, pemerintah selalu membantah mengistimewakan Freeport. Sulit untuk mengatakan pemerintah sekarang lembek menegakkan semangat hilirisasi mineral, seperti amanat UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Sejak era pemerintahan sebelumnya, kewajiban membangun smelter, sebagai bagian upaya hilirisasi mineral di dalam negeri, tak segera tuntas. PP No 1/2017 dianggap sebagai jalan keluar dari kebuntuan itu. Batas waktunya jelas, yaitu hingga 11 Januari 2022. Batas tersebut merupakan akhir dari pembangunan smelter dan diperbolehkannya ekspor mineral mentah.Sejarah akan mencatat. Jika hingga batas akhir lima tahun sejak PP No 1/2017 lahir belum juga terwujud hilirisasi mineral di dalam negeri, maka jelas sekali, kebijakan itu hanya sebagai jamuan kepada perusahaan besar. Tanggung jawab pemerintah sekarang memastikan aturan yang dibuat benar-benar berjalan. Semoga PP ini merupakan pengampunan terakhir. (Aris Prasetyo)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000