Usulkan Bahan Baku Lokal, Pengusaha Tolak Impor
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha surimi dan pengolahan surimi menolak solusi yang ditawarkan pemerintah untuk mengimpor bahan baku. Langkah impor dinilai tidak akan memecahkan persoalan kekurangan bahan baku dan justru melemahkan daya saing Indonesia sebagai produsen surimi. Penolakan itu disampaikan sejumlah pelaku usaha yang dihubungi secara terpisah, Jumat (10/2). Surimi, atau daging ikan yang dihaluskan, digunakan sebagai bahan baku berbagai produk olahan, seperti siomay, bakso ikan, otak-otak, dan pempek. Direktur PT Southern Marine Products Agus Amin Thohari mengemukakan, impor bahan baku tidak ekonomis. Untuk menghasilkan 1 kilogram surimi, dibutuhkan 4 kg bahan baku. Bahan baku impor akan mengakibatkan biaya tinggi. Apalagi, ikan yang diimpor tersebut banyak tersedia di dalam negeri. "Impor merupakan jalan pintas dan tidak berkelanjutan. Masuknya produk impor dalam jangka panjang juga akan menggerus pendapatan nelayan lokal," kata Agus. Penolakan juga disampaikan Direktur PT Holi Mina Jaya Tanto Hermawan. Perusahaan perikanan di Rembang itu sudah dua bulan ini berhenti berproduksi karena tidak ada pasokan bahan baku. Biasanya, pabrik itu memproduksi 700-800 ton surimi per bulan, sekitar 90 persen di antaranya untuk ekspor. "Impor bahan baku surimi hanya akan menyenangkan negara-negara pesaing," ujar Tanto. Sekitar 90 persen produk surimi diekspor dengan nilai 200 juta dollar AS atau setara Rp 2,675 triliun per tahun. Macetnya pasokan bahan baku surimi berlangsung sejak aturan larangan penggunaan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik, termasuk cantrang, berlaku Januari 2017. Bahan baku untuk surimi adalah ikan campuran berukuran kecil, seperti ikan kurisi, kuniran, swangi, kapasan, dan bloso. Selama ini, ikan-ikan kecil tersebut dipasok kapal cantrang.Sebelumnya, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Kementerian Kelautan dan Perikanan Nilanto Perbowo, mengatakan, impor menjadi salah satu opsi yang sedang dikaji pemerintah guna mengantisipasi persoalan pasokan bahan baku surimi. Tata kelolaSecara terpisah, Guru Besar Kelautan dan Perikanan Institut Pertanian Bogor Rokhmin Dahuri mengatakan, pemerintah perlu segera membenahi tata kelola perikanan tangkap. Kesulitan bahan baku yang dialami industri pengolahan dipicu oleh kebijakan larangan alat tangkap yang tidak solutif. "Indikasi keberhasilan pemerintah adalah menggerakkan sektor swasta. Percepatan kebangkitan industri perikanan nasional perlu mendengarkan aspirasi dari bawah, sehingga tepat sasaran," ujar Rokhmin.Rokhmin mengingatkan, pemerintah perlu menata perikanan tangkap dengan pengendalian penangkapan, disertai penerapan teknologi untuk peningkatan produktivitas tangkapan. Terkait itu, penentuan jenis alat tangkap yang boleh digunakan harus disesuaikan dengan jenis ikan yang ditangkap. (LKT)