Penguasaan Pasar Jadi Tantangan
JAKARTA, KOMPAS — Gabungan Usaha Penunjang Energi dan Minyak serta Gas meminta dukungan penggarapan pasar di dalam negeri. Mereka menyatakan tidak anti-impor, tetapi meminta agar impor tersebut hanya dilakukan untuk produk yang belum mampu diproduksi di Indonesia. "Kami selama ini sudah mampu memproduksi dengan kualitas, jumlah, dan ketepatan pengiriman, tetapi masih saja ada halangan," kata Ketua Dewan Pimpinan Bidang Industri Gabungan Usaha Penunjang Energi dan Minyak serta Gas (Guspenmigas) Willem Siahaya di Jakarta, Senin (13/2).Willem mengatakan, industri dalam negeri sudah mampu menghasilkan berbagai peralatan di kegiatan minyak dan gas, seperti kompresor, pipa-pipa, dan lain-lain. Meskipun demikian, hingga saat ini masih saja ada keinginan melakukan impor terhadap produk-produk tersebut."Guspenmigas menghargai keputusan pemerintah melaksanakan kontrak bagi hasil, gross split, tetapi jangan lupa memberdayakan atau menggunakan produk barang dan jasa dalam negeri," ujarnya.Menurut Willem, semua negara akan memproteksi kepentingan dalam negeri. "Aturan WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) pun tidak berlaku untuk barang-barang dan jasa yang berhubungan dengan masyarakat dan pemerintah," katanya.Willem menampik apabila disebutkan harga barang produk dalam negeri lebih mahal dibandingkan dengan produk impor. Selisih harga dinilai akibat ada ketidakadilan perlakuan yang dialami industri dalam negeri.Industri dalam negeri memiliki banyak kewajiban, mulai dari bayar pajak, mengembangkan sumber daya manusia, investasi, dan lain-lain."Kami pernah melakukan survei dan menghitung bahwa selisih nilai kewajiban-kewajiban tersebut mencapai sekitar 43 persen. Itu yang tidak dipunyai barang impor," katanya. Willem menuturkan, salah satu cara industri bertahan menghadapi penurunan kegiatan migas adalah merumahkan karyawan.Dia mengharapkan pemulihan harga minyak akan menggairahkan lagi kegiatan migas di Indonesia. Namun, dampaknya diperkirakan perlahan. Operasi di kegiatan migas butuh waktu panjang untuk perencanaan hingga pengeboran. "Persoalan lain kadang kala ada barang dari Tiongkok yang dibanting harganya di sini. Hal yang penting pabriknya di sana yang berproduksi besar tetap hidup," kata Willem.Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pihaknya akan terus berusaha agar industri dalam negeri makin berkembang. "Apalagi tingkat kandungan dalam negeri di industri migas sudah jelas. Jadi ada kemampuan perusahaan rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (EPC) dalam negeri, industri pipa, industri lepas pantai, industri perkapalan. Kami akan dorong supaya dengan adanya gross split industri-industri ini semakin berkembang," kata Airlangga.Menurut Airlangga, banyak cara yang bisa dilakukan, antara lain melalui keharusan memprioritaskan produk-produk yang sudah mampu diproduksi di dalam negeri. (CAS)