JAKARTA, KOMPAS — Pemulihan kredit bermasalah, sebagai dampak pelambatan pertumbuhan ekonomi global dan debitor bermasalah, jadi fokus PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Per akhir tahun 2016, rasio kredit bermasalah bank badan usaha milik negara itu sebesar 4 persen, lebih tinggi daripada akhir 2015 yang sebesar 2,6 persen.
Tahun ini, Bank Mandiri menargetkan rasio kredit bermasalah (NPL) turun menjadi 3 persen.
”NPL tersebut diakibatkan terpukulnya segmen korporasi yang bergerak di bidang perkebunan dan pertambangan, serta korporasi-korporasi penopangnya. Hal itu terjadi karena penurunan harga komoditas. Kredit bermasalah juga disebabkan sejumlah debitor Bank Mandiri yang curang atau tidak membayarkan kreditnya, sehingga harus dibawa ke ranah pidana,” ujar Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Kartika Wirjoatmodjo dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (14/2).
Kartika menyebutkan, aset Bank Mandiri per akhir 2016 sebesar Rp 1.038,7 triliun, sementara laba sebelum pencadangan Rp 43,3 triliun. Dari laba tersebut, Bank Mandiri mencadangkan Rp 24,6 triliun untuk memulihkan kredit bermasalah, meningkat dari 2015 yang sebesar Rp 12 triliun.
Dengan peningkatan pencadangan itu, laba bersih Bank Mandiri 2016 anjlok 32,1 persen dibandingkan dengan 2015. Laba bersih Bank Mandiri pada 2016 sebesar Rp 13,8 triliun.
Kartika menambahkan, kredit bermasalah muncul dari sejumlah korporasi yang memiliki sumber pendapatan tunggal. Pada saat usaha itu tersendat lantaran terpengaruh gejolak ekonomi global, kemampuan korporasi membayar kredit turun signifikan.
Namun, Kartika optimistis persoalan kredit bermasalah itu dapat selesai ditangani tahun ini. Dengan demikian, pencadangan Bank Mandiri untuk mengatasi kredit bermasalah semakin berkurang sehingga dapat meningkatkan laba tahun ini.
Direktur Keuangan dan Treasuri Bank Mandiri Pahala N Mansury menambahkan, total kredit yang direstrukturisasi Bank Mandiri sekitar Rp 40 triliun. Dengan langkah berupa restrukturisasi kredit, tahun ini Bank Mandiri menargetkan NPL turun menjadi 3 persen.
”Pencadangan untuk memulihkan kredit bermasalah itu juga kami targetkan turun sekitar 30-40 persen pada tahun ini,” kata Pahala.
Penyaluran kredit
Per akhir Desember 2016, Bank Mandiri menyalurkan kredit Rp 662 triliun atau tumbuh 11,2 persen dalam setahun.
Portofolio kredit produktif Bank Mandiri Rp 507,9 triliun atau sekitar 85,7 persen dari total kredit. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015, kredit produktif Bank Mandiri tumbuh 9,5 persen.
Pahala mengemukakan, salah satu penopang pertumbuhan kredit itu adalah penyaluran kredit untuk mendukung program pembangunan nasional. Hingga Desember 2016, kredit yang disalurkan untuk pembangunan infrastruktur Rp 57,3 triliun. Nilai itu setara dengan 54,8 persen dari total komitmen yang akan disalurkan ke sektor infrastruktur, yaitu Rp 104,6 triliun.
Kredit infrastruktur disalurkan untuk pembiayaan pembangunan jalan tol Rp 14,5 triliun, pembangkit listrik Rp 39,3 triliun, infrastruktur transportasi Rp 38,2 triliun, dan telekomunikasi Rp 12,6 triliun.
”Kontribusi kredit infrastruktur terhadap total kredit yang disalurkan Bank Mandiri sekitar 20 persen,” ujarnya.
Pahala menambahkan, penyaluran kredit juga ditopang pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK). Pada akhir tahun lalu, DPK Bank Mandiri sebesar Rp 762,5 triliun atau meningkat 12,7 persen dalam setahun. Pertumbuhan DPK ini tidak terlepas dari peningkatan deposito, sebagai kontribusi program pengampunan pajak tahap II.
Sementara itu, Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Sulaiman A Arianto mengatakan, tahun ini Bank Mandiri tetap berkomitmen menyalurkan kredit untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Bank Mandiri juga tetap akan fokus pada perbankan korporasi. (HEN)