logo Kompas.id
EkonomiAnomali dari Negeri Berlimpah ...
Iklan

Anomali dari Negeri Berlimpah Minyak

Oleh
· 3 menit baca

Artikel di New York Times akhir tahun lalu tentang agresifnya negara-negara Timur Tengah mengembangkan energi terbarukan menarik disimak. Fenomena itu muncul dari tempat, yang di artikel itu disebut, tak lazim, yaitu dari kawasan yang cadangan minyak mentahnya melimpah ruah. Arab Saudi masih punya cadangan terbukti minyak mentah sebanyak 266 miliar barrel, Iran 158 miliar barrel, dan Uni Emirat Arab 97 miliar barrel. Bagaimana Indonesia? Negara yang kini membekukan diri dari keanggotaan OPEC menyimpan cadangan terbukti 3 miliar barrel atau hanya 0,3 persen dari cadangan di seluruh dunia.Mengutip Bloomberg, Iran berencana menambah kapasitas listrik energi terbarukan sebesar 5.000 megawatt (MW) dalam lima tahun ke depan dan bertambah 2.500 MW hingga 2030. Tahun lalu, mereka melelang proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 3.000 MW dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) berkapasitas 1.000 MW. Bahkan, New York Times dalam artikelnya pernah menyebut rencana penawaran saham perdana Saudi Aramco, perusahaan minyak dan gas bumi Arab Saudi, dikait-kaitkan dengan rencana investasi negara tersebut di sektor energi terbarukan. Bagaimana Indonesia? Kendati cadangan minyaknya sedikit, Indonesia belum seagresif Timur Tengah. Sampai akhir 2016, dari kapasitas terpasang listrik nasional sebesar 54.000 MW, pembangkit listrik energi terbarukan menyumbang 5.900 MW atau sekitar 11 persen. Kerap disebut-sebut sebagai "Timur Tengah"-nya energi terbarukan, kapasitas terpasang tenaga surya Indonesia hanya 11,2 MW, biomassa 129,6 MW, tenaga air 4.000 MW, dan panas bumi 1.400 MW. Padahal, dalam Kebijakan Energi Nasional ditetapkan kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi nasional sebesar 23 persen pada 2025 atau setara 45.000 MW. Lalu, kenapa negara yang kaya minyak mulai beralih ke energi terbarukan? Pertama, kesadaran akan pentingnya energi bersih makin menguat. Kedua, untuk mengurangi subsidi energi fosil. Ketiga, energi terbarukan yang ramah lingkungan menjadi tren saat ini dan masa mendatang.Harga listrik energi terbarukan di Indonesia yang relatif lebih mahal menjadi salah satu kendala pengembangannya. Di Uni Emirat Arab, harga yang ditawarkan untuk lelang pembangunan PLTS kurang dari 3 sen dollar AS per kWh dan itu disebut sebagai sebuah rekor baru. Di Indonesia, harga yang ditawarkan untuk pengembangan PLTS berkisar 10 sen dollar AS per kWh. Bahkan, tenaga batubara pun (PLTU) yang disebut-sebut paling murah, tawarannya berkisar 5-6 sen dollar AS per kWh. Panas bumi lebih mahal lagi, yaitu hingga belasan sen dollar AS per kWh.Pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih menghadapi sejumlah kendala klasik, yaitu jaminan pembelian listrik dari pengembang oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Persoalan lain adalah masalah regulasi yang berbelit-belit, pembebasan lahan berlarut-larut, dan pengembang yang tidak punya kualifikasi. Persoalan semacam itu menjadi anomali di negara yang berlimpah sumber daya energi terbarukan. (Aris Prasetyo)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000