JEPARA, KOMPAS — Setelah cukup lama bisnis mengalami kejenuhan, industri furnitur di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, mulai menggeliat bangkit. Sejumlah pengusaha mengatakan, geliat bisnis furnitur didorong penjualan lewat jaringan daring dalam tiga tahun terakhir ini.
"Walau kalau dilihat dari perdagangan lokal, kebangkitan usaha furnitur belum seramai sepuluh tahun lalu," kata Agung Rochani, pengelola Rahayu Jati, Jalan Pemuda, Jepara, Kamis (16/3), saat ditemui di ruang pamernya.
Agung beruntung mendapat pesanan untuk menggarap kio atau tandu berukir naga biasa untuk patung dewa dari Malaysia. Tandu kio itu berfungsi untuk memindahkan patung dewa dari satu kelenteng ke kelenteng lainnya. "Sudah sebulan digarap dan kini tinggal finishing semata," kata Agung. Dia memperkirakan nilai tandu itu sekitar Rp 20 juta per unit.
Purwono, perajin mebel akar jati di Shima, Mulyoharjo, Jepara, juga mengatakan, kerajinan dari akar kayu jati kini mulai ramai. Sebulan terakhir ini, dia mengirim meja akar kayu jati untuk jamuan kopi ke Eropa melalui pedagang di Jakarta. Harga meja kopi dari bahan akar kayu jati mencapai Rp 6 juta per unit, sedangkan harga kursi akar kayu jati utuh mencapai Rp 15 juta.
Selain membuat mebel dari akar kayu jati, Purwono juga menggarap mebel taman dari bahan kayu trembesi (meh). Bahan kayu trembesi didapat dari daerah di Jawa Timur. Potongan kayu trembesi dengan lebar 2 meter dan panjang 8 meter dibeli dengan harga lebih dari Rp 50 juta per potong.
Mebel repro model klasik juga banyak peminat. Ali, pengelola Kemang Furniture di Jepara, mengemukakan, lemari besar, meja laci, dan mebel tempat benda koleksi model retro sangat diminati pembeli dari Singapura, Korea, dan Eropa. Begitu pula lukisan print dengan konsep post-modern, seperti jam Big Ben di London, menara Eiffel di Paris, dan perahu di perairan Hongkong, laris.
"Bisnis furnitur di Jepara sangat dipengaruhi ekonomi nasional. Jika bisnis mulai bangkit, artinya ekonomi nasional membaik," kata Agung.