Risiko Masih Harus Dihadapi
JAKARTA, KOMPAS — Perdagangan Indonesia di awal tahun ini mulai menggeliat. Hal ini tecermin pada ekspor-impor Januari-Februari yang tumbuh positif. Namun, ketidakpastian di Amerika Serikat dan pelambatan pertumbuhan ekonomi China masih menjadi risiko pada bulan-bulan berikutnya. "Masih agak sulit memastikan, apakah tren ini bakal berlanjut. Ancaman proteksionisme oleh Donald Trump, jika dilakukan, bisa memantik perang dagang yang akan mengacaukan peta perdagangan dunia. Namun, semoga ini tidak terjadi," kata Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta A Tony Prasetiantono yang dihubungi di Yogyakarta, Rabu (15/3). Harapannya, lanjut Tony, harga komoditas bisa bertahan pada level normal atau setidaknya tidak anjlok. Dengan demikian, tren pertumbuhan positif ekspor dan impor bisa berlanjut.Adapun China, menurut Tony, merupakan sasaran utama Pemerintah Amerika Serikat dalam menekan defisit. Jika Pemerintah AS menjalankan proteksionisme, China berisiko mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi. China merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia sehingga bisa memengaruhi perdagangan Indonesia.Menurut catatan Kompas, ekspor-impor Indonesia tumbuh negatif pada 2014-2016. Pada Januari-Februari 2017, kinerja ekspor-impor tumbuh positif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Februari 12,57 miliar dollar AS atau tumbuh 11,16 persen dalam setahun. Ekspor didominasi nonmigas, yakni 11,38 miliar dollar AS atau 90,53 persen dari total ekspor. Adapun impor Februari 2017 sebesar 11,26 miliar dollar AS atau tumbuh 10,61 persen dalam setahun. Impor migas pada Februari sebesar 2,42 miliar dollar AS, dua kali lipat dari impor migas Februari 2016. Pengajar pada Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, lonjakan impor migas sangat bergantung pada ketersediaan stok di dalam negeri dan harga minyak yang berlaku di pasar sepanjang periode tersebut."Sulit menilai wajar atau tidak. Sebab, indikatornya bukan semata-mata angka statistik. Harus dilihat juga stok dan harga pada periode itu," katanya. PertumbuhanDalam rapat paripurna kemarin, Presiden Joko Widodo menekankan semangat optimisme, tetapi realistis dan kredibel dalam menyusun RAPBN 2018. Presiden juga menantang menteri di Kabinet Kerja untuk meningkatkan target pertumbuhan ekonomi pada 2018 menjadi 5,4-6,1 persen. Pemerintah juga mendorong investasi yang ditargetkan tumbuh 8 persen pada 2018. "Karena kapasitas fiskal kita terbatas, investasi tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah. Di tahun 2018, 70-80 persen harus dari swasta dan BUMN," kata Presiden. (LAS/APO/INA)