logo Kompas.id
EkonomiPasar Permainan Tumbuh
Iklan

Pasar Permainan Tumbuh

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Ekosistem industri permainan atau gim lokal belum matang serta menghadapi kendala pemasaran, investasi, dan tenaga kerja yang berkompeten. Kondisi itu berbanding terbalik dengan konsumsi gim yang terus tumbuh. Konten berbayar semakin diminati. Deputi Akses Jaringan dan Permodalan Asosiasi Game Indonesia Cipto Adiguno, di sela-sela Game Networking Jakarta 2017, Kamis (16/3), mengatakan hal tersebut. Kegiatan ini mempertemukan rantai pelaku industri gim Indonesia-Jepang. Mengutip data riset yang dilakukan Newzoo, penyedia jasa analisis pasar terutama data gim, ukuran pasar industri gim di Indonesia pada 2014 mencapai 181 juta dollar AS atau setara Rp 2,413 triliun, lalu pada 2015 naik menjadi 321 juta dollar AS atau setara Rp 4,28 triliun. Pada 2016, ukuran pasar industri gim Indonesia meningkat menjadi sekitar 600 juta dollar AS atau setara Rp 8,001 triliun. Dalam riset terbarunya, Newzoo memperkirakan, total pendapatan pasar gim di Indonesia sekitar 840 juta dollar AS atau setara Rp 11,202 triliun. Dari jumlah itu, sekitar 542,5 juta dollar AS atau setara Rp 7,234 triliun bersumber dari segmen perangkat bergerak. "Konten gim asing mendominasi pasar. Pada 2016, produk lokal melejit, antara lain gim Tahu Bulat, Nasi Goreng, dan Tebak Gambar. Ketiga gim itu bernuasa sangat lokal, tetapi populer di kalangan pengguna ponsel pintar," ujar Cipto. Cipto menyebutkan, pengguna di Indonesia sekarang memakai ponsel pintar, mesin elektronik yang dirancang memainkan gim video, dan komputer. Pola ini diyakini akan berlanjut. Situasi ini berbeda dengan negara lain, seperti Jepang. Penduduk Jepang kini mulai meninggalkan ponsel pintar untuk memainkan gim. Sebagai gantinya, mereka memilih perangkat mesin, misalnya Nintendo Switch. "Masyarakat menyukai ponsel pintar seharga Rp 1,5 juta-Rp 3,5 juta. Produk gim yang bisa diakses dengan ponsel pintar seperti itu biasanya tidak membutuhkan konsumsi data atau kapasitas penyimpanan besar. Kelas menengah-atas juga memilih memainkan gim di perangkat yang lebih variatif, mulai dari ponsel pintar, konsol, hingga komputer," kata Cipto. TantanganSejauh ini, industri gim lokal terkendala investasi dan pencitraan. Kedua hal ini tidak bisa dipisahkan. Upaya pencitraan kurang sehingga investasi sulit masuk. Pemilik Educa Studio, Andi Taro, dalam siaran pers Bekraf Developer Day, menyebutkan, industri gim lokal masih kekurangan talenta kompeten. Dia menyebutkan hal itu, berkaca dari pengalaman mengelola Educa Studio pada awal berdiri, yakni pada 2011. Tantangan lainnya adalah peran pemerintah. Kehadiran pemerintah diperlukan untuk mematangkan ekosistem industri gim, seperti pemberian insentif pajak atau kemudahan akses permodalan.Educa menghasilkan ratusan gim dengan 20 juta pengunduh. Ada tiga jenis gim yang kini untuk anak-anak, seperti Marbel (Mari Belajar sambil Bermain), Kabi (Kisah Teladan Nabi), dan Riri (Cerita Anak Interaktif). Senior Manager Business Division VIII Square Enix-perusahaan permainan video dan manga-Takashi Tokita berpendapat, internet memengaruhi industri gim global. Meluasnya pemakaian ponsel pintar menyebabkan industri gim lokal terus tumbuh. (MED)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000