logo Kompas.id
EkonomiRevisi Undang-undang Jadi...
Iklan

Revisi Undang-undang Jadi Solusi

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dapat menjadi solusi di tengah investasi hulu sektor tersebut di Indonesia yang sedang lesu. Saat ini, kegiatan eksplorasi lesu dan penemuan cadangan minim. Regulasi menjadi salah satu faktor yang menghambat."Mengapa undang-undang ini perlu direvisi? Indonesia telah menjadi negara pengimpor minyak. Situasi saat undang-undang tersebut lahir sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang, dengan angka cadangan yang terus merosot di tengah konsumsi yang terus naik," ujar Zamroni Salim, peneliti senior dari The Habibie Center, dalam diskusi bertajuk "Mengawal Revisi UU Migas", Senin (20/3), di Jakarta.Zamroni membandingkan UU No 8/1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara dengan UU No 22/2001. Menurut dia, pemerintah punya peran besar dalam pengelolaan sektor migas, sedangkan Pertamina saat itu lebih berfungsi sebagai regulator. Pada UU No 22/2001, peran Pertamina tak jauh beda dengan perusahaan migas lain, yaitu sebagai kontraktor migas di Indonesia. "Revisi UU migas harus bisa memberi kesempatan kepada BUMN atau BUMN Khusus yang akan dibentuk nanti untuk bertanggung jawab dalam eksplorasi dan eksploitasi lapangan migas. Selain itu, hasil revisi tersebut sebaiknya mengakomodasi sektor migas nonkonvensional (seperti minyak dan gas serpih) dan energi terbarukan sebagai sebuah upaya diversifikasi energi," kata Zamroni.Narasumber lain, Andang Bachtiar dari Dewan Energi Nasional, menambahkan, migas sebagai energi fosil yang tak terbarukan tetap akan diperlukan di masa mendatang. Kendati energi terbarukan gencar dikembangkan, migas tetap berperan penting dalam bauran energi. "Sayangnya, dalam tiga tahun terakhir sejumlah wilayah kerja migas yang ditawarkan pemerintah sangat rendah peminatnya. Angka pengembalian cadangan pun kecil, kurang dari 50 persen. Kenapa? Ini pasti ada yang tidak beres," ujar Andang.Menurut Andang, sejumlah hal, seperti regulasi yang berbelit, insentif yang dibutuhkan investor tak kunjung diberikan, serta sistem bagi hasil yang tak menarik bagi investor, menjadi penyebab penemuan cadangan baru di Indonesia sangat minim. Padahal, katanya, ada sumber daya minyak sebanyak 99,96 miliar barrel yang tersebar dalam 40 cekungan di seluruh Indonesia yang berpotensi menjadi cadangan terbukti."Sayangnya, saat hendak dikembangkan, bagi hasil yang diberikan pemerintah tidak bernilai ekonomis bagi investor. Itu yang membuat investor tak mau mengembangkan sumber daya tersebut menjadi cadangan terbukti," kata Andang. Akibatnya, lanjut Andang, sumber daya tersebut selamanya hanya tersimpan di perut bumi dan tak bisa dimanfaatkan. Padahal, cadangan terbukti minyak mentah di Indonesia tersisa sekitar 3 miliar barrel yang bakal habis dalam beberapa tahun mendatang jika tak ditemukan cadangan baru.Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Golkar, Satya Widya Yudha, menambahkan, pihaknya sepakat mengenai perlunya perbaikan UU No 22/2001 di tengah situasi hulu migas di Indonesia yang lesu. Apalagi, Indonesia kini semakin bergantung pada impor minyak maupun gas. Sejumlah pasal dalam UU tersebut pun tak lagi sesuai dengan situasi saat ini. "Memang revisi UU ini masih menjadi inisiatif DPR. Namun, dengan situasi sekarang, pemerintah sebaiknya terlibat aktif menyusun rancangan revisi untuk memberi masukan kepada DPR," ujar Satya. Selain itu, tambah Satya, perbaikan UU No 22/2001 harus mampu mencerminkan iklim investasi sektor hulu migas di Indonesia menjadi lebih menarik. Dalam sejumlah survei kemudahan berbisnis sektor hulu migas, posisi Indonesia tidak bisa dikatakan baik, bahkan berada di barisan bawah. "Begitu kompleksnya peraturan perundangan dan sistem birokrasi menyebabkan tertundanya sejumlah izin maupun pengambilan keputusan proyek. Ini sangat tidak bagus bagi kepentingan ketahanan energi nasional," ujar Satya. Adapun tahapan revisi UU No 22/2001 saat ini masih dalam pembahasan tingkat Komisi VII dan ditargetkan tahun ini bisa selesai. (APO)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000