Perlunya Kontrak Bisnis
Usaha berbagai pemangku kepentingan mendukung pelaku industri dan usaha kecil serta menengah kiranya menjadi angin segar di tengah beragam persoalan dan tantangan. Berbagai cara dapat ditempuh dengan menyesuaikan permasalahan yang dihadapi para pelaku industri dan usaha kecil serta menengah tersebut.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), misalnya, menilai kesadaran para pelaku UKM membuat kontrak bisnis masih rendah. Hal ini terjadi karena tarif jasa hukum yang relatif mahal sehingga pelaku UKM segan mengakses jasa hukum tersebut.
Pelaku UKM sering kali mempertanyakan perlunya kontrak bisnis. Padahal, akibat tidak ada kontrak, sering dijumpai permasalahan, seperti uang sudah dikirim, tetapi barang yang dibeli tidak kunjung datang. Salah satu inisiatif muncul dari buatkontrak.com yang berupaya memadupadankan hukum dengan teknologi dan difokuskan melayani kebutuhan hukum UKM. UKM akan mendapat layanan untuk memahami klausul suatu kontrak sehingga usahanya terlindungi.
Founder dan Managing Partner buatkontrak.com Rieke Caroline pada pertemuan di Kementerian Koperasi dan UKM beberapa waktu lalu mengatakan, melalui aplikasi teknologi, pihaknya bisa menekan biaya sehingga terjangkau UKM, yakni Rp 1 juta per kontrak dengan konsultasi gratis. Sementara itu, manajemen Ralali.com bekerja sama dengan Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Perdagangan Provinsi DKI Jakarta. Kerja sama tersebut terkait pembinaan anggota komunitas UKM di bawah naungan dinas yang ingin memperluas pasar melalui laman belanja daring.
Pendiri sekaligus CEO Ralali.com Joseph Aditya dalam rilis menyebutkan, timnya akan memberikan pelatihan dan pendampingan bagi pelaku UKM di Perkampungan Industri Kecil Pulogadung. Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah (IKM) saat ini pun menggencarkan program e-smart IKM. Program tersebut berupaya membawa IKM ke pasar virtual lewat laman belanja yang ada.
Bekerja sama dengan dinas terkait di daerah, Kementerian Perindustrian mendata IKM terutama yang berkiprah usaha di sembilan produk di tiap sentra. Produk itu antara lain makanan, logam, perhiasan, herbal, mebel, kerajinan, aplikasi, mode, dan kosmetik. Menurut Direktur Jenderal IKM Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih, secara bertahap program dimulai dari pelaku industri menengah. Mereka akan diundang lokakarya pemasaran produk secara daring.
Pelaku IKM juga akan mendapat pelatihan tentang penentuan harga dan pengetahuan produk. Pelatihan mengenai penghitungan komposisi bahan baku, biaya tenaga kerja, tarif energi, dan biaya logistik pun diberikan agar IKM benar-benar mengetahui produk yang dihasilkan dan mampu menentukan harga produk. Kerja sama berbagai pemangku kepentingan itu akan mendukung UKM di Indonesia untuk mengisi kebutuhan pasar domestik yang besar.
Selama ini, banyak produk impor yang merajai laman belanja. Kondisi ini harus menjadi pelecut agar UKM Indonesia pun mampu berjaya mengisi dan memasarkan produknya secara konvensional dan daring. (C ANTO SAPTOWALYONO)