Pemakaian ”Big Data” Dianjurkan untuk Dukung Performa Pariwisata Indonesia
Oleh
mediana
·2 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS — Kementerian Pariwisata menyerukan urgensi pemakaian big data kepada pelaku industri pariwisata. Pemakaian big data diyakini mampu mendongkrak performa, promosi, dan proyeksi industri.
Big data merupakan media penyimpanan data yang menawarkan ruang tak terbatas serta kemampuan untuk mengakomodasi dan memproses berbagai jenis data dengan sangat cepat. Ciri utama big data adalah data bervolume besar, pergerakan data sangat cepat, dan jenis data beraneka ragam.
”Gaya hidup melancong sudah berubah ke arah digital life style. Ini harus diikuti dengan metode pengukuran data yang digital juga,” ujar Menteri Pariwisata Arief Yahya dalam sambutan pembukaan pelatihan The Use of Mobile Positioning Data for Tourism Statistic, Kamis (23/3), di Nusa Dua, Bali. Pelatihan ini dihadiri perwakilan dinas pariwisata provinsi atau kabupaten/kota, pengusaha pariwisata, Badan Pusat Statistik, dan operator telekomunikasi seluler.
Arief menyebutkan, devisa pariwisata Indonesia baru sekitar 10 miliar dollar AS atau sekitar Rp 133 triliun, sedangkan Thailand sudah mencapai 40 miliar dollar AS. Jumlah turis mancanegara yang berkunjung ke Indonesia hanya sepertiga dari total wisatawan asing di Malaysia.
”Kita harus bisa melampaui pencapaian Thailand dan Malaysia. Kuncinya ada di pengelolaan data informasi. Penggunaan big data memungkinkan kita punya keunggulan lebih, yakni bisa mengambil keputusan lebih cepat dari pengumpulan hingga analisis data perilaku turis,” tutur Arief.
Kementerian Pariwisata sudah memiliki War Room M-17 yang berfungsi sebagai pusat pengoperasian big data.
Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto berpendapat, pengumpulan data wisatawan tersulit ada di daerah perbatasan. Padahal, pergerakan lintas negara itu tergolong cepat.
Director of The Tourism Market Trends Program dari Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO) John Kester menuturkan, jumlah turis mancanegara sekarang sudah lebih dari 300 juta orang. Kemampuan ekonomi warga dunia untuk bepergian kian bertambah. Pergerakan mereka juga cepat. Maka, pengukuran perilaku mereka juga harus akurat.