logo Kompas.id
EkonomiKemampuan Masyarakat Membeli...
Iklan

Kemampuan Masyarakat Membeli Rumah Lemah

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Mayoritas keluarga Indonesia tak mampu membeli rumah dengan mengandalkan pendapatannya sendiri. Saat ini kekurangan rumah di Indonesia sekitar 12 juta rumah. Pemerintah menargetkan angka itu turun menjadi 6,8 juta rumah pada 2019. "Kebutuhan perumahan sangat besar. Namun, daya beli masyarakat lemah. Sebanyak 40 persen perlu subsidi dan 20 persen sama sekali tidak bisa membeli," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam pidato kunci pada Investor Gathering 2017, di Jakarta, Senin (27/3).Dalam acara yang digelar PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) itu, Sri Mulyani menyampaikan, perumahan atau papan adalah satu dari tiga pilar kebutuhan paling dasar manusia. Dua kebutuhan lainnya, yakni pangan dan sandang, relatif tercukupi. Namun, perumahan masih kurang tercukupi. Merujuk paparan Sri Mulyani, persoalan perumahan antara lain permintaan sangat tinggi tetapi penawarannya amat kurang. Selain itu, harga jualnya juga sangat tinggi, tetapi daya beli masyarakat rendah. Kondisi ini diperparah tingkat urbanisasi dan pertumbuhan populasi di perkotaan yang sangat tinggi.Sri Mulyani mengatakan, penambahan kebutuhan perumahan di Indonesia sekitar 1 juta rumah per tahun. Selama ini, 40 persen di antaranya dipenuhi swasta dan 20 persen dipenuhi pemerintah. Adapun 40 persen sisanya harus diperoleh masyarakat secara swadaya."Saat ini ada kekurangan rumah atau backlog 10-12 juta rumah. Kalau tidak diselesaikan, akan selalu ada backlog karena ada tambahan kebutuhan 400.000 unit tiap tahun. Ini adalah persoalan yang harus dipecahkan," kata Sri Mulyani.Mengacu peta daya beli masyarakat Indonesia terhadap perumahan, sekitar 40 persen masyarakat dengan kondisi perekonomian teratas mampu membeli tanpa intervensi pemerintah. Sebanyak 40 persen kelompok menengah mampu membeli dengan subsidi. Adapun 20 persen kelompok masyarakat paling bawah sama sekali tidak mampu membeli. Artinya, 60 persen masyarakat memerlukan intervensi pemerintah.Pada saat yang sama, menurut Sri Mulyani, tingkat urbanisasi di Indonesia tergolong tinggi dengan pola yang tidak terstruktur. Akibatnya, hunian kumuh pun menjamur. Persoalan menjadi kian pelik karena pertumbuhan populasi kota-kota di Indonesia tergolong tinggi. Terkait aspek pembiayaan, Sri Mulyani mengakui, peran APBN belum optimal. Terkait pembiayaan perumahan, tahun ini Sarana Multigriya Finansial (SMF) menargetkan Rp 5,7 triliun bagi masyarakat berpenghasilan rendah. SMF akan menggalang dana jangka panjang melalui pasar modal.Direktur SMF Ananta Wiyogo mengatakan, target itu lebih tinggi daripada tahun lalu yang sebesar Rp 5,64 triliun. Untuk merealisasikannya, tahun ini SMF bekerja sama dengan bank pembangunan daerah (BPD) dan perusahaan pembiayaan. Tahun lalu, SMF menggandeng 14 BPD yang tahun ini akan ditingkatkan menjadi 26 BPD, dengan fokus ke Indonesia bagian timur."Penyaluran dana pinjaman melalui 14 BPD itu baru terealisasi Rp 1,5 triliun-Rp 2 triliun tahun lalu," katanya. Ananta menambahkan, SMF juga sedang menjalankan proyek percontohan kredit pemilikan rumah (KPR) dengan menggandeng beberapa perusahaan pembiayaan. (LAS/HEN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000