logo Kompas.id
EkonomiMengulang Lagu Lama
Iklan

Mengulang Lagu Lama

Oleh
· 3 menit baca

Dalam diskusi "Membenahi Iklim Investasi Hulu Migas demi Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional" di Jakarta, Rabu (29/3), kondisi hulu migas nasional menjadi topik utama. Insentif sudah diberikan, perizinan sudah disederhanakan, tetapi mengapa investasinya masih lesu?Ada yang berpendapat, harga minyak yang anjlok dari 100-an dollar AS menjadi 50-an dollar AS per barrel-bahkan pernah kurang dari 30 dollar AS per barrel pada awal 2016- menjadi penyebabnya. Tak hanya di Indonesia, seluruh dunia pun lesu. Namun, dari catatan pemerintah, saat harga minyak di kisaran 100 dollar AS, kelesuan sudah terjadi di Indonesia. Pada 2013, saat harga minyak 90 dollar AS-100 dollar AS per barrel, jumlah wilayah kerja (WK) migas turun dari 321 menjadi 318 pada 2014. Bahkan, jumlah WK turun lagi menjadi 312 pada 2015. Per Juli 2016, ada 288 WK. Penerimaan negara dari sektor migas juga merosot, dari Rp 320 triliun pada 2014 menjadi hanya Rp 80 triliun pada 2016.Letak sumber daya yang berada di laut lepas dan dalam membuat ongkos operasional membengkak. Di satu sisi, tingkat keberhasilan kian rendah. Risiko kehilangan puluhan, ratusan miliar, bahkan triliunan rupiah membayangi bisnis pengeboran minyak di wilayah semacam itu. Logikanya, ongkos mahal dengan risiko keberhasilan kecil ditambah harga jual yang rendah menyebabkan investor menahan diri.Perbedaan waktu dalam proses yang dilalui sejak penemuan cadangan hingga berproduksi cukup signifikan. Di era 1970-an, hanya butuh rata-rata 5 tahun dari penemuan cadangan migas sampai berproduksi. Memasuki era 2000-an, waktu yang dibutuhkan menjadi rata-rata 15 tahun. Waktu yang lama itu sebagian habis untuk perizinan baik di pusat dan daerah.Sekadar contoh, ada lebih dari 100 jenis izin di daerah yang mesti dikantongi investor. Di pusat, selain di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ada lebih dari 40 izin. Kementerian ESDM sudah memangkas dari semula 104 izin menjadi 42, yang masih terus dipangkas menjadi 6. Soal konsep bagi hasil migas, pemerintah menerbitkan jurus baru agar investasi hulu migas menjadi lebih menarik. Konsep konvensional dengan komponen cost recovery (biaya operasi yang dapat dipulihkan) perlahan ditinggalkan. Konsep baru yang diharapkan bisa menjadi penyelamat hulu migas nasional adalah gross split (bagi hasil berdasar produksi bruto). Namun, masih perlu pembuktian untuk gross split ini. Kepastian hukum, kebijakan yang tak mudah berubah, dan penyederhanaan birokrasi masih menjadi isu utama yang terus diperbincangkan dalam beberapa tahun terakhir. Namun, faktanya, hal ini tak kunjung membaik. Blok kaya gas di perairan Maluku, misalnya, yang ditemukan sejak 1998 sampai sekarang belum juga bisa diproduksi karena masih berkutat pada urusan birokrasi. (Aris Prasetyo)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000