logo Kompas.id
EkonomiBiaya Distribusi Membengkak
Iklan

Biaya Distribusi Membengkak

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Ongkos distribusi bahan bakar minyak dalam program satu harga berpotensi membengkak dari Rp 800 miliar menjadi Rp 5 triliun per tahun. Kebijakan ini untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat di seluruh Indonesia berupa harga bahan bakar minyak seragam."Untuk ongkos distribusi di Papua dan Krayan, Kalimantan Utara, saja kami menanggung ongkos Rp 800 miliar per tahun. Apabila ditambah lagi 54 lokasi tahun ini, kami perkirakan ongkosnya membengkak menjadi sekitar Rp 5 triliun per tahun," ujar Senior Vice President Fuel, Marketing, and Distribution Pertamina Gigih Wahyu Hari Irianto, Selasa (4/4), di Jakarta.Ongkos distribusi yang tinggi, lanjut Gigih, lantaran menggunakan pesawat terbang. Pertamina tertantang menerapkan efisiensi dalam hal pendistribusian bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar bersubsidi dalam program BBM satu harga tersebut. Lokasi yang menjadi sasaran program BBM satu harga pada umumnya tak memiliki infrastruktur yang memadai."Tak ada jalan atau jembatan. Harus ditempuh dengan kapal atau perahu, bahkan jika perlu menggunakan pesawat terbang. Masalah infrastruktur bukan wewenang kami. Namun, bagaimanapun kondisinya, kami bertanggung jawab memasok BBM ke lokasi tujuan," ujar Gigih. Sebagai contoh, ongkos distribusi BBM ke Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, adalah Rp 29.000 per liter. Adapun ongkos distribusi di kabupaten lain berkisar Rp 4.000-Rp 11.000 per liter. Untuk mendistribusikan BBM ke wilayah terpencil Papua dan Krayan (Nunukan, Kalimantan Utara), Pertamina menggunakan pesawat terbang yang mampu mengangkut hingga 5.000 liter BBM. Vice President Retail Fuel Marketing Pertamina Afandi menambahkan, memperbanyak sarana penyalur lewat agen premium, minyak, dan solar (APMS) merupakan upaya mewujudkan program BBM satu harga. Sampai dengan 2019, ada 150 lokasi kabupaten dan kota di seluruh Indonesia yang menjadi sasaran program BBM satu harga. Tahun ini menurut rencana ada 54 lokasi, disusul 50 lokasi pada 2018 dan 46 lokasi pada 2019."Rata-rata kapasitas APMS 1.000 liter per hari. Konsumsi BBM di wilayah terluar, terpencil, dan terdepan pada umumnya tidak banyak," kata Afandi.Selain memperbanyak APMS, lanjutnya, cara lain adalah dengan menambah kapasitas tangki timbun BBM di sejumlah daerah. Cara tersebut mampu memperpendek jarak dari tangki timbun ke konsumen. Dengan demikian, ongkos pengangkutan BBM pun bisa ditekan.Pada 2015, kapasitas infrastruktur penyimpanan BBM Pertamina sebanyak 4,8 juta kiloliter. Hingga 2020, kapasitas itu akan dinaikkan menjadi 7,3 juta kiloliter. Tiap tahun, penambahan kapasitas tangki penyimpanan rata-rata 500.000 kiloliter.Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 36 Tahun 2016 tentang Percepatan Pemberlakuan Satu Harga Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan secara Nasional. Dengan aturan ini, harga premium dan solar bersubsidi harus seragam di seluruh wilayah Indonesia berdasarkan keputusan menteri. Saat ini, harga premium Rp 6.450 per liter dan Rp 5.150 per liter untuk solar bersubsidi."Dengan kebijakan BBM satu harga ini, harga BBM dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Pulau Rote akan sama semua sehingga saudara-saudara kita di seluruh Indonesia dapat menikmati harga yang sama," kata Menteri ESDM Ignasius Jonan dalam siaran pers tentang kebijakan tersebut.Antisipasi LebaranDalam rangka menyambut Idul Fitri tahun ini, Pertamina mengantisipasi lonjakan permintaan BBM selama arus mudik dan arus balik Idul Fitri 2017. Konsumsi BBM, seperti premium, pertalite, ataupun solar, diperkirakan meningkat. "Dari pengalaman arus mudik dan balik Idul Fitri tahun lalu, kemacetan di tol menyulitkan pemenuhan BBM pengendara yang terjebak kemacetan. Kami akan memperbanyak produksi BBM dalam kemasan untuk mempermudah penyaluran BBM di tengah kemacetan," kata Afandi.Menurut dia, konsumsi premium diperkirakan naik dari 38.000 kiloliter per hari menjadi 50.000 kiloliter per hari. Adapun konsumsi pertalite diperkirakan meningkat dari 39.000 kiloliter per hari menjadi 45.000 kiloliter per hari. Kehadiran pertalite dapat mengurangi pangsa pasar premium dari 85 persen pada awal 2016 menjadi sekitar 44 persen per Maret 2017. (APO)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000