logo Kompas.id
EkonomiRepatriasi Tidak Banyak...
Iklan

Repatriasi Tidak Banyak Menyuntikkan Likuiditas

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Repatriasi dalam program pengampunan pajak tak banyak menyuntikkan likuiditas pada perekonomian dalam negeri. Bahkan, faktanya, repatriasi masih banyak mengendap di perbankan. Kepala Ekonom PT Bank Central Asia (Tbk) David Sumual di Jakarta, Selasa (4/4), menyatakan, repatriasi mengalirkan modal dari luar negeri ke dalam negeri. Namun, pada saat yang sama, uang tebusan yang dibayarkan peserta pengampunan pajak menyedot uang keluar dari perbankan ke kas negara.Volumenya, menurut David, hampir sama. Akibatnya, suntikan likuiditas di perbankan belum terlalu terasa. Hal ini tecermin dari pertumbuhan kredit yang masih rendah, misalnya per Februari 8,4 persen. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak, komitmen repatriasi sampai dengan akhir periode pengampunan adalah Rp 147 triliun. Sementara uang tebusan adalah Rp 114 triliun. Jika ditambah dengan pembayaran utang pajak dan penghentian proses bukti permulaan sebagai syarat, yakni Rp 20 triliun, total uang yang ditarik dari bank menjadi Rp 135 triliun. "Dampaknya memang kontraksioner. Itu kenapa pemerintah harus segera cepat membelanjakan uang penerimaan tersebut. Sementara penyerapan anggaran pada triwulan pertama biasanya lemah," kata David.Mengendap di perbankanData Otoritas Jasa Keuangan juga menunjukkan, mayoritas dana repatriasi masih mengendap di perbankan. Per 17 Maret, realisasi komitmen repatriasi adalah Rp 115 triliun. Sebanyak 66 persen masih mengendap di bank. Sisanya tersebar di pasar modal 8 persen, instrumen keuangan lain 4 persen, dan non-keuangan 22 persen. Artinya, belum semua dana repatriasi menggerakkan sektor riil."Jadi, kuncinya sekarang adalah meningkatkan iklim investasi. Utang BUMN karya rata-rata sudah di atas 20 persen dari aset. Bahkan ada yang di atas 35 persen. Jadi, peran swasta yang harus didorong untuk berinvestasi. Sektor lokomotifnya adalah infrastruktur," kata David. Secara terpisah, dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Setiyono Miharjo, menyatakan, bagaimanapun Indonesia adalah tempat investasi menarik dan memiliki pasar besar. Namun faktanya, pengampunan pajak tidak cukup menarik dana repatriasi sesuai target, yakni Rp 1.000 triliun.Penyebab utamanya, menurut Setiyono, adalah sebagian masyarakat yang memiliki harta di luar negeri menganggap ketidakpastian hukum masih terjadi di Indonesia. Pemilik harta berhitung untung dan risiko.Pada saat yang sama, lanjutnya, sebagian pemilik harta juga menganggap pemerintah tidak akan mampu menegakkan hukum. Dengan demikian, masih ada pemilik harta yang memilih menyimpan hartanya di luar negeri. "Repatriasi baru berhasil kalau ada sinyal penegakan hukum yang kuat pasca program dilakukan. Penegakan ini harus menyeluruh," kata Setiyono. (LAS)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000