JAKARTA, KOMPAS — Manajer investasi BNP Paribas Investment Partner optimistis perekonomian tumbuh dengan baik sepanjang tahun 2017. Diperkirakan, pada kuartal pertama tahun ini, perekonomian bertumbuh 5,05 persen antartahun.
”Walaupun ada ketidakpastian, kami melihat perekonomian Indonesia akan membaik. Kami mengajak para investor terus memantau perkembangan pasar modal beserta peluangnya pada tahun 2017 ini,” kata Direktur dan Head of Equity BNP Paribas Aliyahdin Saugi, di Jakarta, Kamis (6/4/2017).
Pada akhir perdagangan kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan kembali bertambah tipis 0,06 persen menjadi 5.680 yang merupakan rekor baru indeks. Nilai transaksi kemarin sebanyak Rp 6,65 triliun. Sejak awal tahun hingga 5 April lalu, indeks sudah naik 7,18 persen.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio mengatakan, kinerja indeks yang terus mencetak rekor tertinggi baru, yang disebabkan oleh fundamental ekonomi yang kuat. Selain itu, kinerja emiten tahun lalu juga membaik.
”Salah satu yang dilihat para investor adalah hasil kinerja emiten 2016, selain itu, perekonomian kita juga bagus. Itu yang banyak dilihat oleh para investor sehingga para investor asing masuk ke pasar,” ujar Tito, kemarin. Selain faktor tersebut, kemungkinan pemeringkat Standard and Poor’s menaikkan peringkat kredit Indonesia juga menjadi pendorong. Menurut Tito, tata kelola fiskal Indonesia sudah membaik.
Aliyahdin menambahkan, salah satu pertanda perekonomian Indonesia sudah membaik terlihat dari peningkatan cadangan devisa sebesar 13 persen menjadi 114 miliar dollar AS per Februari lalu. Jika melihat pasar valuta, kurs rupiah terhadap dollar AS pun stabil pada kisaran Rp 12.950 hingga Rp 13.700 per dollar AS. Di pasar surat utang, terlihat aliran dana asing yang membeli obligasi Pemerintah Indonesia yang mencapai Rp 692 triliun pada Februari lalu. Inflasi dan suku bunga rendah diharapkan dapat menjaga daya beli konsumen.
Badan Pusat Statistik mengumumkan telah terjadi deflasi sebesar 0,02 persen pada Maret lalu. Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana mengatakan, pendorong utama deflasi terkait dengan musim panen yang bergeser ke April. ”Jadi ada kemungkinan inflasi akan naik bulan depan jika harga bahan makanan pokok tidak dapat dijaga,” kata Wisnu.
Sementara itu, dampak dari reformasi kelistrikan telah melemah sejak penyesuaian pertama Januari lalu. Dengan begitu, inflasi pada harga listrik menyumbangkan 0,19 persen pada Januari dan 0,05 persen pada Maret.
Walaupun terlihat baik, Aliyahdin mengingatkan para investor untuk tetap waspada terhadap kemungkinan pengaruh dari kondisi politik global.