logo Kompas.id
EkonomiHarga Komoditas Bergejolak
Iklan

Harga Komoditas Bergejolak

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Kinerja ekspor dan impor Indonesia pada triwulan I-2017 lebih baik dibandingkan triwulan I-2016. Meski demikian, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya perlu mewaspadai dan mengantisipasi harga komoditas ekspor yang masih bergejolak. Subtitusi barang impor yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri juga perlu terus ditingkatkan. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa total ekspor Indonesia pada Januari-Maret 2017 adalah 40,60 miliar dollar AS dan impor 36,68 miliar dollar AS. Dengan demikian, terjadi surplus 3,92 miliar dollar AS, lebih besar dari periode sama tahun lalu sebesar 1,65 miliar dollar AS.Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, peningkatan ekspor pada Januari-Maret 2017 terutama disumbang hasil industri pengolahan sebesar 30,57 miliar dollar AS yang meningkat 19,93 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, peningkatan ekspor nonmigas itu terjadi saat harga komoditas ekspor masih bergejolak. Pada Maret lalu, harga komoditas ekspor yang turun adalah minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan karet, sementara harga batubara, timah, dan aluminium naik."Meski demikian, permintaan terhadap komoditas itu masih cukup besar. Peningkatan permintaan terbesar terjadi pada bahan bakar mineral dan CPO terutama dari India, karet dan barang-barang karet dari Amerika Serikat, dan bijih logam dari Filipina," ujarnya.Impor juga meningkat. Berdasarkan penggunaan barang, impor didominasi bahan baku penolong yang meningkat dari 23,494 miliar dollar AS pada triwulan I-2016 menjadi 27,73 miliar dollar AS pada triwulan I-2017. "Barang impor yang masuk dalam kategori tersebut antara lain gula mentah, bahan baku pakan ternak, dan telepon seluler," katanya.Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengemukakan, pemerintah akan terus mendorong ekspor ke negara nontradisional dan terus mengupayakan substitusi impor dengan menggunakan bahan baku dalam negeri.Namun, belakangan ini ada sejumlah tantangan. Komoditas sawit, misalnya, tengah menghadapi tantangan dari Uni Eropa menyusul dikeluarkannya Resolusi Sawit oleh Parlemen Uni Eropa. "Kami bersama Pemerintah Malaysia akan bersama-sama menghadapi dan menjawab resolusi itu. Selama ini, sawit di Indonesia sudah dikelola secara berkelanjutan dan memiliki standar sawit berkelanjutan (ISPO)," ujar Enggartiasto.Pangsa pasar Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah (IKM) Gati Wibawaningsih mengatakan, pihaknya terus mencoba meningkatkan kinerja ekspor pelaku IKM, termasuk yang bergerak di industri perhiasan. "Ekspor dari industri perhiasan bisa mencapai 5 miliar dollar AS," kata Gati dalam Lokakarya Pendalaman Kebijakan Industri untuk Wartawan di Surabaya, Jawa Timur, Senin. Gati mengatakan, bahan baku intan masih diimpor dengan bea masuk 5-15 persen. Kemenperin meminta agar bea masuk bahan baku di industri bisa 0 persen. Bea masuk diterapkan untuk produk jadi perhiasan.Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, ekspor sepatu dan alas kaki berpeluang ditingkatkan. "Hal ini menimbang pangsa pasar sepatu dan alas kaki Indonesia ke dunia yang baru 3,3 persen," ujar Sigit. Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto menilai, salah satu tantangan yang dihadapi industri kelapa sawit adalah tarif bea keluar dan dana perkebunan kelapa sawit untuk produk hilir tertentu yang dirasakan terlalu tinggi. Akibatnya, industri itu menjadi kurang berdaya saing di pasar ekspor. (HEN/CAS)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000