logo Kompas.id
EkonomiPersaingan Dagang Menjadi...
Iklan

Persaingan Dagang Menjadi Penyebab

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPASPersaingan dagang diduga melatarbelakangi keluarnya resolusi mengenai minyak kelapa sawit mentah oleh Parlemen Eropa pada awal April lalu. Karena itu, Pemerintah Indonesia akan melobi Parlemen Eropa dan menjelaskan bahwa produksi sawit tak terkait dengan isu hak asasi manusia, korupsi, dan sosial budaya. Rencana pemerintah melakukan lobi itu disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (18/4). "Pemerintah akan berdiplomasi untuk menjelaskan bahwa apa yang mereka khawatirkan itu tidak benar," kata Kalla.Pada 4 April lalu, mayoritas anggota Parlemen Eropa menyetujui laporan "Report on Palm Oil and Deforestation of Rainforests" di Strasbourg, Brussels. Laporan itu mengaitkan komoditas minyak kelapa sawit mentah (CPO) dengan isu korupsi, pekerja anak, pelanggaran hak asasi manusia, dan penghilangan hak masyarakat adat.Kalla mengatakan, upaya mengganjal CPO sudah terjadi sejak lama. Pada 1990-an, tersebar hasil penelitian bahwa minyak goreng berbahan baku CPO mengandung kolesterol tinggi. Hasil penelitian itu berhasil dipatahkan dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa kadar lemak tak jenuh pada CPO tidak tinggi. Pemerintah menganggap resolusi Parlemen Eropa itu juga merupakan upaya mengganjal pengembangan produk turunan CPO, termasuk di Indonesia. "Ini karena CPO menyaingi minyak-minyak nabati lain yang diproduksi di Eropa, seperti minyak biji bunga matahari, minyak kedelai, dan minyak-minyak lainnya," ujar Kalla.Karena itu, perlu ada perlawanan terhadap resolusi itu. Pemerintah Indonesia dan Malaysia perlu membuat forum tetap untuk membahas upaya mengganjal CPO. Kedua negara juga harus bersama-sama memikirkan perlawanan dan upaya lobi kepada Parlemen Eropa. Senada dengan Kalla, anggota Komisi IV DPR, Kasriyah, menganggap, resolusi tentang CPO hanyalah strategi perang dagang. Menurut dia, pandangan Parlemen Eropa yang menyebut industri sawit sebagai penyebab utama kerusakan lingkungan dan deforestasi tidak mendasar. "Kerusakan lingkungan yang terjadi di berbagai belahan dunia bukan hanya disebabkan oleh sawit, tetapi juga plastik dan lainnya," kata Kasriyah.Kasriyah justru melihat resolusi Parlemen Eropa mengabaikan dampak ekonomi dan sosial yang terjadi jika industri kelapa sawit tutup. Penutupan industri sawit akan membuat banyak masyarakat kehilangan penghasilan karena 41 persen dari total 11,6 juta hektarlahan perkebunan sawit dimiliki petani. Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam industri sawit dari hulu hingga hilir lebih dari 16 juta orang. Kampanye negatifKetua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono menilai bahwa Uni Eropa sedang melakukan kampanye negatif terhadap industri kelapa sawit, termasuk industri kelapa sawit Indonesia. "Resolusi itu sudah terpublikasi di dunia dan menjadi kampanye negatif terhadap CPO, termasuk yang berasal dari Indonesia," kata Joko. Uni Eropa (UE) memiliki kepentingan untuk melindungi tanaman lokal, seperti rapeseed, untuk bahan biodiesel selain untuk bahan makanan. Karena itu, UE ingin memberi stigma bahwa CPO seolah-olah diproduksi tidak baik dan dikampanyekan untuk tidak menggunakan sawit untuk biodiesel. "Dalam jangka pendek, tidak ada pengaruh. Apakah resolusi itu mengikat dan diikuti semua negara di Eropa?" tanya Joko. Volume ekspor CPO Indonesia ke UE sekitar 4,3 juta ton per tahun. Pada 2016, volume ekspor CPO Indonesia mencapai 26 juta ton dengan jumlah produksi sebanyak 32 juta ton. Tahun 2017, diperkirakan jumlah produksi CPO lebih besar lagi. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pihaknya telah menyampaikan keberatan atas masalah tersebut kepada UE. "Saya sampaikan juga bahwa kita mau membahas masalah perdagangan bebas UE dan Indonesia, tetapi ada masalah seperti ini," katanya.Enggartiasto menambahkan, selama ini industri sawit Indonesia sudah menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan yang berkelanjutan. Bahkan, Indonesia juga sudah memiliki standardisasi. Karena itu, lanjut Enggartiasto, pihaknya akan berkoordinasi dengan kementerian teknis lain, termasuk Malaysia sebagai produsen sawit, untuk menentukan langkah ke depan, termasuk bernegosiasi dengan UE. (NTA/FER)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000