logo Kompas.id
EkonomiPotensi Wisata Halal Besar,...
Iklan

Potensi Wisata Halal Besar, Patut Dikembangkan

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan pariwisata halal untuk membidik wisatawan Muslim dunia masih sebatas menjadi kebutuhan pemerintah. Pelaku usaha pariwisata masih belum melihat wisata halal sebagai potensi besar sehingga lebih banyak melayani wisata umrah dan haji."Potensi wisata halal lebih besar dibandingkan dengan potensi wisatawan China. Namun, Indonesia selama ini belum mengembangkannya karena yakin sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar, produk-produk kita sudah halal," kata Ketua Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal Kementerian Pariwisata Riyanto Sofyan dalam diskusi tentang pariwisata halal yang diselenggarakan Markplus di Jakarta, Kamis (20/4).Berdasarkan studi Mastercard-Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2016, total jumlah wisatawan Muslim dunia mencapai 117 juta pada 2015. Jumlah itu diperkirakan terus bertambah hingga mencapai 168 juta wisatawan pada 2020 dengan pengeluaran di atas 200 miliar dollar AS atau sekitar Rp 2,6 triliun."Jika dibandingkan dengan negara-negara yang ada di Asia Tenggara dalam konteks wisata halal, berdasarkan data World Travel Tourism Council atau WTTC, Indonesia baru bisa mendatangkan devisa negara dari pariwisata halal sebesar 11,9 miliar dollar AS," kata Riyanto.Riyanto menambahkan, selama ini industri halal hanya diartikan sebagai industri makanan dan minuman. Padahal, halal juga ada di sistem keuangan dan gaya hidup. "Yang sekarang sedang tumbuh pesat adalah gaya hidup halal. Pariwisata ada di dalamnya," ujar Riyanto. Potensi Ketua Umum Asosiasi Tour Leader Muslim Indonesia yang juga Chairman Indonesia Islamic Travel Communication Forum Priyadi Abadi mengakui, selama ini pelaku usaha di bidang wisata Muslim lebih banyak bergerak pada layanan umrah dan haji. Padahal, potensi untuk membawa wisatawan Muslim global ke Indonesia juga besar. Namun, tambah Priyadi, ada sejumlah negara lain yang justru lebih siap menerima wisatawan Muslim. Negara-negara itu antara lain Taiwan, Italia, dan Jepang. "Sebenarnya jika kita belum siap membuat sertifikat halal untuk produk-produk kita, setidaknya produk kita ramah terhadap wisatawan Muslim. Misalnya, dengan menyediakan ruang untuk shalat, mempunyai persediaan alat-alat shalat, dan sebagainya," kata Priyadi.Tempat yang ramah terhadap wisatawan Muslim ini tidak terbatas di hotel, tetapi juga di berbagai tempat, seperti restoran, tempat wisata, dan pusat perbelanjaan. Asisten Deputi Pengembangan Pasar Segmen Bisnis, Pemerintah, Kementerian Pariwisata, Tazbir Abdullah, mengatakan, belum banyaknya industri wisata yang membidik pasar halal karena Indonesia terlalu besar, memiliki daya beli yang kuat, dan memiliki pasar yang besar. "Banyak dari mereka melihat selama ini masyarakat tidak terlalu mempermasalahkan sertifikat halal, jadi mereka tidak pusing dengan sertifikat halal. Padahal, kalau kita mau membidik wisatawan Muslim dunia, sertifikat halal menjadi sangat penting karena menjadi jaminan bagi wisatawan ini," kata Tazbir.Jika sertifikat halal dan sertifikat ramah terhadap wisatawan Muslim diupayakan Indonesia, target pemerintah mendapatkan 5 juta wisatawan Muslim dunia diyakini akan tercapai pada 2019. Menurut data Badan Pusat Statistik, kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada Januari-Februari 2017 mencapai 1,99 juta. Angka ini meningkat 16,91 persen dibandingkan dengan Januari-Februari 2016. (ARN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000