logo Kompas.id
EkonomiSuku Bunga Memberatkan
Iklan

Suku Bunga Memberatkan

Oleh
· 4 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha menengah ke bawah melihat penurunan suku bunga kredit bank semakin melambat dan terlalu tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan pengusaha terpaksa menggunakan modal sendiri untuk meningkatkan kapasitas produksi menjelang Ramadhan dan Lebaran.Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman kepada Kompas, Jumat (21/4), mengatakan, saat ini suku bunga kredit bank berkisar 9 hingga 11 persen. Suku bunga kredit tersebut memang sudah turun dari sebelumnya pada kisaran 11 hingga 13 persen, sejak Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuannya sebesar 150 basis poin (bps) sejak tahun lalu.Namun, penurunan suku bunga kredit itu semakin melambat. Hal itu terjadi karena Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, menaikkan suku bunga acuannya, yaitu Fed Fund Rate (FFR)."Kenaikan FFR itu diperkirakan akan terus berlanjut dua kali lagi dalam tahun ini. Hal itu membuat BI tidak dapat menurunkan suku bunga acuan. Hal itu akan membuat suku bunga kredit bank tidak akan turun lagi," ujarnya.Menurut Adhi, suku bunga kredit bank sebesar 9 hingga 11 persen masih terlalu berat bagi pengusaha makanan-minuman kelas menengah ke bawah. Hanya pengusaha besar atau sindikasi saja yang bisa mendapatkan suku bunga di bawah 10 persen.Hal itu membuat para pengusaha memilih menggunakan modal sendiri untuk meningkatkan kapasitas produksi menjelang Ramadhan dan Lebaran. Sebagian besar dari mereka menggunakan sekitar 30 persen dari total modal usaha."Adapun khusus untuk industri yang memproduksi makanan-minuman yang menjadi kebutuhan utama saat Ramadhan dan Lebaran, mereka bisa menggunakan seluruh atau 100 persen modal yang dimiliki," ujarnya.Adhi berharap ke depan perbankan Indonesia semakin efisien dalam mengelola biaya operasional. Dengan demikian, suku bunga kredit turun dan jaraknya dengan suku bunga deposito tidak terlalu lebar. Untuk tahun ini, hal itu diperkirakan akan sulit dilakukan karena perbankan tengah konsolidasi mengatasi rasio kredit bermasalah.Rapat Dewan Gubernur BI pada Kamis lalu menyebutkan, pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial masih tetap berlanjut. Namun, pelonggaran itu semakin terbatas sejalan dengan kehati-hatian bank dalam mengelola risiko kredit.Suku bunga acuan BI sudah turun 150 bps sejak Januari 2016. Namun, penurunan suku bunga kredit baru 93 bps. BI menyebut hal itu karena perbankan sedang berkonsolidasi terkait penurunan kualitas kredit.Berhati-hatiKetua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi B Sukamdani mengemukakan, semua sektor usaha termasuk perbankan, memang tengah berhati-hati dalam mengelola usaha. Suku bunga acuan BI dan suku bunga perbankan belum akan turun secara signifikan dan para pelaku usaha masih menahan untuk ekspansi.Hal itu terjadi karena mereka mempertimbangkan kemampuan pasar yang masih rendah daya beli atau daya serapnya. Hanya industri-industri tertentu, terutama industri makanan-minuman, yang berpotensi meningkat pada triwulan II karena faktor Ramadhan dan Lebaran."Kapan kondisi ekonomi itu akan kembali normal, kami sulit memprediksi. Kuncinya adalah mendorong peningkatan serapan pasar atau konsumsi rumah tangga di berbagai sektor," ujar Hariyadi.Ekonom PT Bahana Sekuritas, Fakhrul Fulvian, mengatakan, BI tetap mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate karena ingin menjaga berlanjutnya pemulihan ekonomi di dalam negeri. Hal itu juga dalam rangka mengantisipasi berbagai risiko global termasuk wacana penurunan besaran neraca Bank Sentral AS yang akan berdampak pada sistem keuangan secara global."Dengan melihat perkembangan ekonomi secara global dan domestik, serta tekanan inflasi di dalam negeri dan global, tidak ada keperluan mendesak bagi BI untuk melakukan pengetatan moneter hingga akhir tahun ini," kata Fakhrul.Bahana Sekuritas meyakini meskipun saat ini perbankan dan korporasi masih melakukan konsolidasi, ke depan ekonomi domestik akan tumbuh baik. Hal itu tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi China yang akan memberi dampak positif terhadap neraca perdagangan Indonesia.Bahana Sekuritas memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2017 sekitar 4,95 persen. Proyeksi itu turun dibandingkan perkiraan semula yang sekitar 5,1 persen. "Pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh masih stabilnya konsumsi rumah tangga, tumbuhnya investasi serta ekspor yang masih mencatat pertumbuhan positif kendati belanja pemerintah masih lambat," ujarnya. (HEN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000