JAKARTA, KOMPAS — Setelah kebijakan kewajiban tingkat komponen dalam negeri ponsel pintar 4G Long Term Evolution diberlakukan sejak 2015, produsen masih kesulitan memenuhi komponen. Mereka umumnya masih mengimpor komponen material perakitan ponsel pintar.
Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Ismail di sela-sela Indonesia Long Term Evolution Conference 2017, Selasa (25/4), di Jakarta. ”Indonesia bahkan belum mempunyai pabrik komponen screen (layar),” ujar Ismail.
Contoh komponen yang sudah bisa diproduksi dalam negeri baru sebatas earphone. Dia mengatakan, skema kewajiban tingkat pemenuhan komponen dalam negeri (TKDN) sebenarnya mampu menarik investor komponen ponsel pintar.
”Jika permintaan ponsel pintar buatan dalam negeri meningkat, saya optimistis investor komponen akan banyak berdatangan. Saat ini, beberapa produsen ponsel merek lokal telah mengembangkan riset dan pengembangan perangkat lunak, seperti Polytron. Saya harap mereka dan investor asing juga tertarik mengembangkan pabrik komponen di Indonesia,” tutur Ismail.
General Manager Polytron Mobile Usun Pringgodigdo menyebutkan, keberadaan pabrik-pabrik komponen di Indonesia akan membantu menurunkan biaya produksi dan akibatnya harga jual ikut turun.
”Tuntutan pemerintah sekarang adalah penetrasi 4G LTE semakin tinggi. Cara yang diambil adalah menjual ponsel pintar dengan harga terjangkau, misalnya di bawah Rp 1 juta. Saya kira tuntutan itu cukup sulit dijalankan karena akan menurunkan kualitas teknis ponsel dan di sisi lain komponen inti masih impor,” ucap Usun.
Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, nilai impor ponsel pada 2015 sebesar 2,2 miliar dollar AS dengan jumlah 37,1 juta ponsel. Produksi ponsel di dalam negeri mencapai sekitar 24,8 juta unit. Pada 2016, impor ponsel mencapai 773,8 juta dollar AS dengan jumlah 18,4 juta unit. Produksi ponsel di dalam negeri mencapai 25 juta unit (Kompas, 16/2).