Tanpa Industri Migas
Diskusi yang diselenggarakan Asosiasi Perminyakan Indonesia, Rabu (26/4), di Jakarta, mengambil tema menarik. "Potret Indonesia Tanpa Industri Minyak dan Gas Bumi" adalah tema yang dipilih penyelenggara. Mungkinkah?Tema tersebut seolah merespons pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan dalam sebuah diskusi energi akhir bulan lalu. Menurut dia, di tengah harga minyak dan gas rendah, keran impor komoditas jenis tersebut terbuka lebar. Impor sangat memungkinkan jika ongkosnya jauh lebih murah ketimbang memproduksi dari dalam negeri. Menurut Guru Besar Bidang Keahlian Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung Tutuka Ariadji, mengabaikan industri hulu migas di dalam negeri adalah tidak mungkin. Selain Indonesia masih memiliki cadangan sekitar 3 miliar barrel minyak mentah dan 100 triliun kaki kubik gas bumi, kebutuhan konsumsi minyak dan gas domestik terus naik dari tahun ke tahun.Program peningkatan rasio elektrifikasi lewat megaproyek 35.000 megawatt sulit terwujud tanpa kontribusi gas bumi sebagai bahan bakar pembangkit. Listrik menjadi urat nadi penggerak perekonomian. Tanpa listrik, aktivitas ekonomi lumpuh. Kembali lagi, gas (dan bahan bakar minyak) juga diperlukan untuk menggerakkan pembangkit listrik.Jika mengandalkan impor, menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, cadangan devisa Indonesia bisa terancam. Impor migas membutuhkan sekitar 50 miliar dollar AS per tahun. Itu belum termasuk impor elpiji dan produk turunan migas lainnya.Di sektor bisnis penunjang migas, sektor ini juga bakal terpukul apabila semangat impor migas lebih besar ketimbang memproduksi dari dalam negeri. Di tengah lesunya investasi migas akhir-akhir ini akibat harga minyak anjlok, mereka kehilangan 40 persen nilai bisnisnya. Demikian kata Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas, dan Panas Bumi Indonesia Wargono Soenarko.Pemerintah menyimak apa yang diucapkan Jonan di atas, memang tidak akan serta-merta mematikan industri hulu migas dalam negeri dan memilih jalur impor migas. Sumber daya alam berupa migas tetap akan dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan kaidah-kaidah tertentu.Lalu, apa solusi agar investasi hulu migas di dalam negeri bisa bergairah dan bersaing dengan negara lain? Insentif adalah salah satunya, baik soal pajak atau fiskal, serta penyederhanaan birokrasi. Pemerintah sudah berupaya memperbaiki iklim investasi hulu migas lewat sejumlah aturan baru, termasuk penyederhanaan birokrasi. Sekali lagi, biar waktu yang membuktikan apakah insentif lebih mujarab ketimbang mengimpor migas. (ARIS PRASETYO)