JAKARTA, KOMPAS — Pelanggaran hukum terhadap hak kekayaan intelektual dalam bentuk hak cipta, hak paten, dan hak merek masih marak terjadi. Kerja kolektif untuk mencegah pelanggaran hukum itu perlu terus digalakkan di tengah peluang dan tantangan dunia digital yang rentan terhadap pelanggaran masif.
Data Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dihimpun dari kepolisian daerah seluruh Indonesia menunjukkan masih tingginya pelanggaran hukum terhadap hak kekayaan intelektual. Pada 2015, ada 189 perkara yang ditangani dengan mayoritas pelanggaran hak cipta berupa pembajakan lagu dalam keping cakram. Angka tersebut naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang sebanyak 98 perkara. Pada 2013, polisi memproses 188 kasus. Mayoritas kasus dari tahun ke tahun terkait dengan pelanggaran hak cipta, yakni pembajakan lagu.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia turut menangani perkara pelanggaran hak kekayaan intelektual. Sejak 2016 hingga awal 2017, sebanyak 40 kasus sudah diproses di kantor wilayah di provinsi dengan mayoritas masalah merek. Lima kasus di antaranya diperiksa di pengadilan.
”Pelanggaran hak kekayaan intelektual merupakan penggerogotan terhadap hak ekonomi pencipta atau pemilik hak. Ini bisa memiskinkan kreasi dan inovasi,” ujar Kepala Subbagian Opini dan Evaluasi Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Ajun Komisaris Besar Zahmani Pandra Arsyad, di Jakarta, Sabtu (29/4), dalam rangka Hari Kekayaan Intelektual Sedunia (World Intellectual Property Rights) yang diperingati setiap 26 April.
Acara bertajuk ”Nikmati Kreativitasnya, Petik Manfaatnya” itu diselenggarakan Badan Ekonomi Kreatif serta Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) Kementerian Hukum dan HAM.
Zahmani menuturkan, pandangan dalam masyarakat bahwa pembajakan atau sejenisnya lebih gampang dilakukan masih cukup kuat. Barang bajakan pun dibeli dengan harga murah. Untuk mengikis cara pandang tersebut, semua pemangku kepentingan perlu berkolaborasi mencegah dan menindak pelakunya.
Direktur Penyidikan Ditjen HKI Kemenkumham Salmon Pardede menuturkan, pihaknya terus gencar menyosialisasikan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual. Kelompok sasarannya adalah pedagang pengecer di pusat perbelanjaan dan pelaku usaha ekonomi krearif.
Saat ini, kata Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi Badan Ekonomi Krearif Ari Juliano Gema, perkembangan dunia digital seharusnya meminimalkan pembajakan hak cipta (lagu dan film). Banyak kanal digital legal untuk menikmati karya tanpa melanggar hak kekayaan pemilik atau penciptanya.”Dengan kemudahan tersebut, seharusnya tak ada lagi alasan untuk menikmati karya orang lain secara ilegal,” ucapnya.
Perlindungan terhadap HKI diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Namun, dalam bincang-bincang tersebut, pelaku usaha ekonomi kreatif mempertanyakan masalah pelanggaran hukum terhadap HKI yang menjadi delik aduan sebagaimana diatur dalam regulasi tersebut. Seharusnya, masalah itu diperlakukan sebagai tindak kriminal biasa yang ditangani kepolisian tanpa harus adanya aduan.
Singkat
Salmon Pardede menambahkan, saat ini Kemenkumham menyediakan kanal dalam jaringan (daring) untuk pendaftaran hak cipta. Pemilik hak cipta pun hanya membutuhkan waktu dua hari untuk memperoleh registrasi ciptaannya.
Sementara untuk merek, durasi klaimnya sudah dipersingkat. Sebelumnya, pendaftar menunggu hingga 16 bulan, saat ini tinggal 9 bulan untuk mendapatkan registrasi pengakuan merek. Hak paten masih belum bisa dipercepat pengurusannya (36 bulan/3 tahun).
”Ini masih terus kami godok agar pengurusannya makin singkat dan mudah,” ujarnya.