JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyediakan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan atau FLPP untuk rumah tapak bersubsidi dan rumah sejahtera susun. Namun, FLPP yang dimanfaatkan untuk membeli rumah susun sederhana milik atau rusunami sangat sedikit.
Penyebabnya, pasokan rusunami bagi masyarakat berpenghasilan rendah sangat terbatas.
"Suplai terbatas. Pasokan tergantung swasta dan BUMN, seperti Perum Perumnas," kata Direktur Perencanaan Pembiayaan Perumahan, Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko D Heripoerwanto di Jakarta, akhir pekan lalu.
Kementerian PUPR mencatat, pada 2016, dari total penyaluran FLPP untuk 58.469 unit sebesar Rp 5,62 triliun, sebesar Rp 8,76 miliar di antaranya untuk 42 unit rumah sejahtera susun. Adapun sisanya, Rp 5,61 triliun, disalurkan untuk 58.427 unit rumah sejahtera tapak. Itu berarti, pengadaan rumah sejahtera susun dengan FLPP hanya 0,072 persen dari pengadaan rumah sejahtera tapak dengan FLPP.
Sama seperti pembelian rumah tapak bersubsidi atau rumah sejahtera tapak, pembelian rumah sejahtera susun juga mendapat fasilitas dari pemerintah, di antaranya suku bunga tetap 5 persen selama 20 tahun dengan uang muka 1 persen. Selain itu, pemerintah juga menyediakan bantuan uang muka Rp 4 juta per unit. Yang berbeda, gaji pokok pembeli untuk rumah bersubsidi atau rumah sejahtera tapak disyaratkan maksimal Rp 4 juta, tetapi untuk rusunami disyaratkan maksimal Rp 7 juta.
Selain itu, harga rumah sejahtera susun ditentukan pemerintah, dan berbeda tiap provinsi. Bahkan, ada kabupaten/kota yang harganya ditentukan, seperti di Tangerang dan Tangerang Selatan (Banten). Namun, jika harga rumah tapak bersubsidi naik setiap tahun, tidak demikian dengan harga rumah sejahtera susun. Misalnya, harga rumah sejahtera susun di Tangerang dan Tangerang Selatan ditetapkan maksimal Rp 8,4 juta per meter persegi atau maksimal Rp 302,4 juta per unit.
Secara terpisah, Direktur Pemasaran Perum Perumnas Muhammad Nawir mengatakan, pasokan rusun dengan FLPP tidak banyak.
"Baik rumah tapak maupun rusun dengan FLPP itu syaratnya harus sudah selesai dibangun baru kemudian diserahterimakan. Tidak boleh inden. Itu berarti pengembang harus punya modal yang kuat, sehingga terlalu berat bagi pengembang," kata Nawir.
(NAD)