logo Kompas.id
EkonomiNilai Tambah Menjadi Fokus
Iklan

Nilai Tambah Menjadi Fokus

Oleh
· 4 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perindustrian menilai bahwa peningkatan nilai tambah menjadi hal penting dalam kaitannya dengan importasi. Peningkatan impor barang modal, bahan baku, dan bahan penolong dapat berarti produksi meningkat dan investasi berjalan. Merujuk data Badan Pusat Statistik, impor bahan baku/penolong pada triwulan I-2017 sebesar 27,735 miliar dollar AS atau meningkat 18,05 persen dibandingkan dengan periode sama 2016 sebesar 23,494 miliar dollar AS. Pada kurun waktu yang sama, impor barang modal meningkat 6,52 persen, yakni dari 5,286 miliar dollar AS menjadi 5,631 miliar dollar AS."Hal yang penting bagi industri adalah nilai tambah manufaktur dari barang impor tersebut," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Selasa (9/5). Airlangga mencontohkan, nilai tambah garam impor bisa ditingkatkan melalui pembuatan soda kaustik. Demikian pula kapas impor dapat ditingkatkan nilai tambahnya oleh industri tekstil di Indonesia. Bahkan, Airlangga menuturkan, produksi sepatu dan sepatu olahraga di Indonesia pun dilaporkan sudah melampaui produksi di China. Kebijakan pemerintah, terutama kepastian formula kenaikan upah pekerja dengan mempertimbangkan faktor inflasi dan pertumbuhan ekonomi, menjadi salah satu yang diapresiasi pihak di luar negeri. "Produk besar merek dari Amerika itu 30 persennya diproduksi di Indonesia. Brasil bahkan juga sedang melihat perlakuan mereka terhadap (industri) apparel karena 90 persen kebutuhan apparel negara tersebut diimpor dari Indonesia. Ini tren yang baik," ujar Airlangga. Ditanya mengenai pembentukan lembaga pembiayaan pembangunan industri sebagai salah satu amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, Airlangga menuturkan, saat ini masih dalam proses pembuatan atau pembahasan. "Untuk pelaksanaannya kami menggunakan lembaga yang ada dulu saja, yakni memakai fasilitas kredit usaha rakyat dan fasilitas pembiayaan ekspor dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia," kata Airlangga.Pembiayaan Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah Kemenperin Gati Wibawaningsih mengatakan, pihaknya pada Selasa siang sudah rapat dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, dan Bank Jabar Banten terkait pembiayaan bagi industri."Sudah ada titik temu karena ternyata ada komunikasi yang tidak sempurna antara sektor riil dan perbankan," ujar Gati. Gati mencontohkan, kredit usaha rakyat (KUR) untuk ritel ternyata juga bisa digunakan industri. "Nanti mengenai bunga, agunan-apakah bisa dengan LC-Himbara akan mempelajari kemungkinannya karena mereka juga tak mau membikin kebijakan yang tidak bisa diterapkan," ujar Gati. Gati meminta agar upaya menggeliatkan industri yang dilakukan Kemenperin juga didukung kementerian lain. Industri dalam negeri, misalnya, harus dapat berjualan di laman belanja agar tak dibanjiri produk impor. "Untuk mencapai target itu, kami butuh dukungan kementerian lain. Misalnya agar suplai atau impor bahan baku untuk tujuan ekspor yang belum mampu diproduksi di dalam negeri bisa lancar," kata Gati. Harus diimporKetika diminta tanggapan, Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia Eddy Wijanarko menuturkan, ada beberapa bahan baku di industri sepatu yang masih harus diimpor. Menurut Eddy, ada beberapa kelebihan bahan baku dari luar negeri yang belum mampu diimbangi produksi dalam negeri, semisal menyangkut teknologi pewarnaan.Pewarnaan bahan baku dari dalam negeri banyak yang masih berupa warna dasar. Hal ini berbeda dengan bahan baku impor yang warnanya lebih variatif."Sepatu itu berkaitan dengan mode. Warna bahan yang semakin menarik akan kian membuat produk sepatu menarik pula," katanya. Eddy menuturkan, salah satu masalah dalam importasi bahan baku di industri sepatu adalah menyangkut nomor sistem terharmonisasi (HS). Sebagai contoh, bahan baku di industri sepatu ada yang terdiri dari tiga lapis, yakni plastik, karet, dan tekstil. Ketiga bahan tersebut menyatu."Jadi sering ada persoalan dalam menentukan apakah bahan baku tersebut termasuk barang dengan HS plastik, HS karet, atau HS tekstil," katanya.Eddy mengatakan, persoalan ini berkaitan dengan penentuan bea masuk untuk tekstil yang lebih tinggi. Kalangan pelaku usaha meyakini dukungan yang diberikan kepada industri akan mampu meningkatkan kinerja ekspor. Ia menuturkan, ekspor sepatu Indonesia pada 2016 sekitar 4,8 miliar dollar AS. "Nilai ekspor ini tidak berbeda jauh, hanya nol sekian persen, dengan pencapaian kinerja ekspor sepatu pada 2015. Apabila ada berbagai dukungan, ekspor berpotensi ditingkatkan," ujar Eddy. (CAS)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000