BANDA ACEH, KOMPAS Industri hilir kopi seperti kedai kopi, penjualan kopi bubuk, dan produk turunan lain yang tumbuh pesat akhir-akhir ini perlu dukungan permodalan dan pengemasan yang baik. Selama ini industri kopi tumbuh mandiri, kurang dukungan modal, dan minim pencitraan.
Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Fadjar Hutomo dalam dialog "Business Matching Industri Hilir Kopi", Selasa (16/5), di Banda Aceh, mengatakan, industri kopi berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Forum itu dihadiri sekitar 150 pelaku industri kreatif kedai kopi, lembaga perbankan, dan perwakilan Bekraf.
"Dari 16 sektor ekonomi kreatif, sektor kuliner, termasuk industri kopi, menjadi unggulan," kata Fadjar. Namun, menurut Fadjar, industri hilir kopi minim dukungan permodalan. Padahal, industri hilir kopi berupa coffee shop (kedai kopi) tumbuh pesat. Di beberapa kota seperti Bandung dan Banda Aceh, dalam 10 tahun terakhir jumlah kedai kopi meningkat pesat. Artinya, perputaran uang di kedai kopi tinggi.
Pandangan masyarakat terhadap kopi semakin baik. Dari semula hanya minuman biasa kini menjadi gaya hidup. "Kopi Indonesia seperti kopi java (Jawa) dan kopi gayo (Aceh) sudah terkenal sejak ratusan tahun. Namun, konsumsi kopi di Indonesia perlu terus kita dorong menjadi gaya hidup," ujarnya.
Bangun merek
Menurut Fadjar, sudah saatnya Indonesia membangun merek kedai kopi untuk memperkuat pemasaran varietas kopi Nusantara hingga ke luar negeri. Selama ini kedai kopi luar negeri banyak memakai kopi dari Indonesia dengan kualitas terbaik. Sementara warga Indonesia mengonsumsi kopi berkualitas rendah. "Karena itu, perlu dukungan permodalan dan pengemasan yang baik agar konsumsi kopi di Indonesia meningkat," kata Fadjar.
Deputi Departemen Pengembangan UMKM Bank Indonesia Ika Tejaningrum menuturkan, penyaluran kredit UMKM di Indonesia didominasi oleh sektor perdagangan besar dan eceran yang mencapai 53,2 persen. Setelah itu, industri pengolahan 10 persen, pertanian dan kehutanan 8,4 persen, sisanya untuk berbagai sektor. Untuk sektor industri kreatif, khususnya kedai kopi, masih minim.
Menurut Ika, bagi perbankan, industri kedai kopi belum dilihat sebagai sektor yang potensial. Padahal, perputaran uang di kedai kopi cukup tinggi, menyerap banyak tenaga kerja, dan mendorong tumbuhnya usaha lain. "Kita perlu duduk bersama untuk menyamakan pandangan. Apa keinginan perbankan dan keinginan pengusaha industri hilir kopi," kata Ika.
Evani Jessyln, seorang barista atau peracik kopi bersertifikat internasional, mengatakan, usaha kedai kopi di Indonesia tumbuh. Namun, kelemahannya, kualitas kopi yang disajikan belum konsisten. "Perlu ada standar kualitas kopi. Saya optimistis industri kopi di Indonesia akan terus berkembang. Sekarang banyak anak muda yang kreatif buka kedai kopi. Artinya, perlahan-lahan kopi menjadi gaya hidup," kata Evani. (AIN)