JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan pembangunan infrastruktur di Indonesia yang semakin pesat membutuhkan dukungan sistem yang dapat menyelesaikan sengketa di bidang konstruksi. Oleh sebab itu, pelaku jasa konstruksi didorong untuk menggunakan cara arbitase sebagai langkah alternatif penyelesaian sengketa.
"Pada prinsipnya penyelesaian sengketa dalam suatu kontrak konstruksi bisa diselesaikan secara musyawarah mufakat. Kalau misalnya mufakat tidak tercapai bisa diselesaikan melalui arbitrase," kata Direktur Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa Konstruksi Ditjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Yaya Supriyatna dalam siaran pers yang dikirim Rabu (17/5).
Arbitrase, lanjut Yaya, adalah upaya agar perselisihan tidak dibawa ke meja hijau atau pengadilan. Hal ini pula yang mendasari lahirnya Undang-Undang Nomor 2/2017 tentang Jasa Konstruksi. "UU itu menggantikan undang-undang yang lama, yaitu Undang-Nndang Nomor 18 Tahun 1999. Di undang-undang yang baru ini, tidak ada ruang untuk menyelesaikan perselisiham melalui pengadilan," kata Yaya.
Sebelum UU Jasa Konstruksi lahir, lanjutnya, pelaku jasa konstruksi yang bersengketa diberi pilihan lain, selain dibawa ke pengadilan, yakni musyawarah mufakat, konsiliasi, mediasi, atau arbitrasi. "Namun, mereka selalu mengambil pilihan terakhir ke pengadilan," katanya.
Dalam kesempatan yang sama Ketua Umum Arbiter Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Hussein Umar menjelaskan, tujuan sengketa kontrak jasa konstruksi dibawa ke arbitrase karena para pelaku usaha jasa konstruksi yang kebanyakan perusahaan swasta tidak ingin rahasia dalam usahanya diketahui umum.
Sebab, jika di pengadilan, kata Hussein, sifatnya sudah menjadi terbuka untuk umum. "Kalau di pengadilan, kan, begitu hakim membuka sidang terbuka untuk umum," katanya.
Hussein mengatakan, setiap pelaku usaha tentu tidak ingin ada sengketa. Namun, selama ini dalam usaha konstruksi sengketa hampir tak bisa dihindari.
"Sengketa tentunya dihindari oleh pelaku usaha, tetapi kondisi usaha konstruksi berbeda, apalagi soal tanah, pasti tak jarang ada sengketa," ujarnya.
Karena itu, kata Hussein, adanya seminar ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai kebijakan dan aturan-aturan hukum terkait konstruksi dan aturan penyelesaian sengketa yang perlu diperhatikan oleh pelaku usaha jasa konstruksi.