Aksi Mogok di Pelabuhan Merak Libatkan Ratusan Truk
Oleh
Maria Clara Wresti
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ratusan truk berukuran besar memenuhi area di depan pintu masuk Pelabuhan Penyeberangan Merak, Banten, Kamis (18/5). Aksi mogok itu berlangsung sejak pukul 10.00 hingga pukul 15.00. Blokade ini mengganggu aktivitas layanan jasa penyeberangan di Pelabuhan Merak.
Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Faik Fahmi dalam siaran pers mengatakan, pihaknya menyesalkan aksi protes yang terjadi di Pelabuhan Merak. Menurut dia, keberadaan pelabuhan sangat vital dalam mendukung akses transportasi masyarakat ataupun sektor logistik melalui jalur penyeberangan.
”Apalagi, Pelabuhan Merak menjadi pintu gerbang lalu lintas penumpang, kendaraan, dan barang dari Pulau Jawa menuju Sumatera atau sebaliknya. Dengan aksi protes ini, layanan tentu terganggu. Situasi juga merugikan banyak pihak, khususnya masyarakat pengguna jasa,” tutur Faik, Kamis (18/5).
Kronologis aksi protes bermula ketika beberapa truk angkutan dengan berat di atas 60 ton tidak diizinkan menyeberang melalui Pelabuhan Merak. Pertimbangannya, batas maksimal tonase kendaraan yang akan melintas di jembatan dermaga adalah 60 ton.
Diketahui, truk-truk bermuatan besar hingga 100 ton ini biasa menyeberang melalui Pelabuhan Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten, yang mengoperasikan dermaga plengsengan. Namun, akibat tengah dilakukan perbaikan akses jalan, para sopir truk mengalihkan perjalanan melalui Pelabuhan Merak.
Direktur Pelayanan dan Fasilitas PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Christine Hutabarat mengungkapkan, pembatasan tonase kendaraan truk diberlakukan bukannya tanpa alasan. Petimbangan utamanya ialah keselamatan para pengguna jasa.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2016 tentang Pengaturan dan Pengendalian Kendaraan yang Menggunakan Jasa Angkutan Penyeberangan yang tertulis dalam Bab II pasal 4 ayat 2, berat kendaraan beserta muatannya tidak boleh lebih dari kapasitas dermaga. Pasal selanjutnya menyebutkan, operator pelabuhan berhak menolak kendaraan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan menteri ini.
”Terkait timbangan untuk muatan ini, kami mengikuti aturan yang berlaku. Sesuai dengan kapasitas dermaga di Merak yang maksimum 60 ton, maka kami tidak akan melayani truk yang tonasenya melebihi kapasitas dermaga moveable bridge di Merak. Jika melebihi batas tonase, hal ini akan berdampak pada keselamatan,” ujar Christine.
Faik mengatakan, aksi protes yang terjadi hari ini menyebabkan terjadi antrean kendaraan hingga di Jalan Cikuasa Atas sepanjang 2 kilometer. Sebaliknya, di dalam pelabuhan, muatan kapal jenis truk kosong, hanya ada penumpang pejalan kaki dan mobil pribadi.
”Kami berharap aksi protes yang merugikan banyak pihak ini segera dihentikan. Setiap pemangku kepentingan dapat mencapai win-win solution sehingga pelayanan jasa penyeberangan di lintasan Merak-Bakauheni dapat kembali normal,” ujarnya.
Saat ini, PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Merak terus melakukan koordinasi dengan perwakilan sopir dan pengurus truk, Otoritas Pelabuhan dan Penyeberangan Merak, Gapasdap, serta PT Mata Pensil Globalindo.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan A Tonny Budiono mengeluarkan Surat Edaran tentang Peningkatan Pengawasan dan Penjagaan dalam Rangka Pengamanan Obyek Vital Nasional di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Surat Edaran dengan nomor UM.003/38/19/DJPL-17 tertanggal 15 Mei 2017 ini ditujukan kepada seluruh kepala kantor kesyahbandaran utama, kepala kantor kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan, kepala unit penyelenggara pelabuhan, serta kepala kantor Pelabuhan Batam agar meningkatkan koordinasi dengan seluruh instansi terkait pengamanan, khususnya Polri dan TNI, guna merumuskan langkah antisipatif, pencegahan, dan penanggulangan kegiatan demonstrasi/unjuk rasa di pelabuhan.
Hal tersebut merupakan sikap preventif yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melihat adanya insiden sekelompok orang yang melakukan demonstrasi di obyek vital nasional yang terjadi beberapa waktu yang lalu.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta jajarannya untuk menjaga dan mengamankan obyek vital dari kegiatan unjuk rasa di lingkungan Kementerian Perhubungan serta berkoordinasi dengan TNI dan Polri.
Sehubungan dengan hal tersebut, Dirjen Tonny secara tegas meminta jajarannya untuk mengantisipasi dan tidak memberikan izin kegiatan yang berpotensi menimbulkan gangguan keamanan di dalam pelabuhan guna menjaga keberlangsungan kegiatan kepelabuhanan. ”Kami dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut akan terus memonitor keadaan di semua pelabuhan. Kami akan terus berkoordinasi dengan Kepolisian dan TNI untuk mengantisipasi kejadian-kejadian yang dapat mengganggu keamanan di pelabuhan,” kata Tonny.
Pelabuhan merupakan salah satu obyek vital nasional yang harus steril oleh kegiatan yang berpotensi mengganggu keamanan, seperti demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Keputusan Presiden No 63/2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional.
Lebih lanjut, Dirjen Tonny juga menginstruksikan kepada Port Security Officer dan Port Facility Security Officer setempat untuk memastikan sistem manajemen keamanan pada pelabuhan berfungsi dengan baik.
Dirjen Perhubungan Laut juga meminta jajarannya melakukan sosialisasi kepada para pemangku kepentingan mengenai ketentuan-ketentuan dalam UU No 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. ”Buat papan pengumuman di tempat yang mudah terlihat di sekitar pelabuhan yang menginformasikan bahwa pelabuhan adalah obyek vital dan daerah terlarang untuk kegiatan unjuk rasa,” kata Tonny.