logo Kompas.id
EkonomiPenurunan Dana Abadi
Iklan

Penurunan Dana Abadi

Oleh
· 3 menit baca

Jatuhnya harga minyak mentah dari sekitar 115 dollar AS per barrel menjadi di bawah 50 dollar per barrel pada rentang 2015-2016 langsung berdampak pada penurunan alokasi dana abadi (sovereign wealth funds/SWF). Pada rentang waktu Maret 2015 hingga Maret 2017, aset kolektif dana abadi secara global turun 0,5 persen menjadi 7,4 triliun dollar dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Harian Financial Times melaporkan, penurunan itu berbeda sangat signifikan dibandingkan dengan kenaikan alokasi dana abadi yang naik 14 persen pada Maret 2015. Dana abadi merupakan dana yang dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), penerimaan negara dari sumber daya alam, atau sumber penerimaan lain yang sah. Banyak negara secara sengaja mengalokasikan dana abadi agar semua sumber penerimaan bisa dioptimalkan. Dana abadi biasanya diinvestasikan ke instrumen portofolio dan investasi langsung.Penurunan alokasi dana abadi itu bisa dipahami mengingat salah satu sumbernya adalah penerimaan negara dari sumber daya alam, termasuk minyak dan gas bumi. Penurunan harga minyak mentah pada rentang 2015-2016 menyebabkan alokasi dana abadi, terutama oleh negara-negara penghasil minyak berkurang. Penerimaan negara dari minyak lebih banyak dipakai untuk menggerakkan ekonomi di sektor riil. Jika mencermati peta sebaran sumber dana abadi, sebagian besar dari 78 pemilik SWF berasal dari negara penghasil minyak. Mereka tersebar di Timur Tengah, sebagian Eropa, Amerika Serikat, Afrika, dan sebagian Amerika Latin (tercatat hanya Venezuela dan Trinidad-Tobago). Negara yang mengalokasikan dana abadi dari penerimaan nonmigas tersebar di Asia, sebagian Amerika Latin, Asia, sebagian kecil Afrika, dan Australia. Penurunan aset kolektif melalui dana abadi akibat penurunan harga minyak mentah itu barangkali terkompensasi oleh alokasi negara nonmigas, termasuk Indonesia yang ditandai dengan warna biru pada peta. Dengan demikian, penurunan alokasi dana abadi secara global tak setajam penurunan penerimaan negara penghasil minyak. Penurunan alokasi dana abadi itu menjadi tantangan bagi negara-negara yang sedang membangun infrastruktur dasar secara masif untuk mengatasi ketertinggalan dengan negara-negara maju. Salah satunya adalah Indonesia yang dalam beberapa tahun terakhir ini berupaya keras untuk disiplin dalam mengalokasikan dana pembangunan infrastruktur. Dengan kapasitas fiskal yang terbatas, Indonesia perlu menggalang pembiayaan pembangunan infrastruktur dari luar APBN. Dana abadi merupakan salah satu sumber dana yang diincar pemerintah. Dalam rencana jangka menengah 2014-2019, Indonesia membutuhkan dana Rp 6.541 triliun untuk membiayai 225 proyek dan program kelistrikan. APBN diperkirakan hanya bisa membiayai Rp 1.555 triliun atau sekitar 24 persen kebutuhan dana pembangunan infrastruktur. Penerbitan obligasi, penarikan pinjaman, keikutsertaan badan usaha milik negara, kerja sama pemerintah dan swasta, serta pembiayaan di luar APBN diharapkan bisa menutup defisit kebutuhan pembangunan infrastruktur itu. Sejauh ini, pemilik SWF belum masuk secara langsung ke proyek strategis nasional. Namun, ke depan jika proyek strategis nasional itu dinilai aman dan menjanjikan bagi dana abadi, tak tertutup kemungkinan pemilik SWF akan masuk langsung ke proyek. Dengan tren harga minyak yang mulai kembali naik, diharapkan alokasi dana abadi secara global bisa pulih lagi.(A HANDOKO)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000