logo Kompas.id
EkonomiPerbaikan Masih Lambat
Iklan

Perbaikan Masih Lambat

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Upaya memperbaiki kemudahan berusaha di lima kota bisnis utama di Indonesia berjalan lambat dan paradoks. Pencapaian perbaikan di lima kota tersebut di bawah standar nasional. Selain itu, ada sejumlah indikator yang membaik, tetapi ada juga yang memburuk.Demikian antara lain kesimpulan dari penilaian kemudahan berusaha di lima kota bisnis utama di Indonesia yang dilakukan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dan Bank Pembangunan Asia (ADB). Kelima kota itu adalah DKI Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, dan Balikpapan.Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng dan Ekonom Manajemen Publik ADB Rabin I Hattari menjelaskan hasil penilaian, yang diluncurkan di Jakarta, Rabu (24/5). Sementara Deputi Bidang Koordinasi Fiskal dan Moneter Kementerian Koordinator Perekonomian Bobby Hamzar Rafinus menyampaikan perspektif dari sisi pemerintah.Endi menyatakan, penilaian di lima kota bisnis utama menunjukkan perbaikan secara umum, tetapi belum cukup cepat. Pada beberapa parameter justru inkonsisten, yakni ada perbaikan sekaligus kemunduran."Hal ini menunjukkan, harus dilakukan pendekatan fundamental, termasuk mengubah undang-undang. Sebab, persoalan perizinan di daerah tak bisa diselesaikan tanpa mengubah undang-undang sebagai hulunya. Selain itu, perlu lembaga khusus yang menangani kemudahan usaha di tingkat nasional. Tidak bisa hanya bersifat ad hoc seperti sekarang," kata Endi.Rabin menyatakan, desentralisasi membuat kebijakan pemerintah pusat tidak mudah diimplementasikan di daerah. Apalagi, implementasi kebijakan menyangkut birokrasi. "Tidak cukup komitmen dari pimpinan unit. Ini berlaku baik untuk pusat maupun daerah. Pada akhirnya, yang mengimplementasikan komitmen perubahan kebijakan ataupun tahap pelaksanaannya adalah birokrasi tingkat menengah ke bawah," kata Rabin.Penilaian tersebut menggunakan tiga parameter, yakni memulai bisnis, izin mendirikan bangunan (IMB), serta pendaftaran hak atas tanah dan bangunan. Setiap parameter terdiri dari minimal tiga indikator, yakni jumlah prosedur, durasi pengurusan, dan biaya. Parameter memulai usaha, IMB, serta pendaftaran hak atas tanah dan bangunan merupakan tiga dari sepuluh parameter yang digunakan Bank Dunia dalam membuat laporan Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) setiap tahunnya. Skor terburuk Indonesia ada pada tiga parameter tersebut.Pada EoDB 2017, peringkat Indonesia melonjak dari peringkat ke-106 menjadi ke-91 dari 190 negara. Pemerintah menargetkan, peringkat Indonesia bisa menjadi ke-30 pada 2018. Lokasi survei Bank Dunia sebatas DKI Jakarta dan Surabaya.Bobby menyebutkan, penyederhanaan perizinan pada fase pertama yang berhasil mengungkit peringkat Indonesia dari ke-106 ke peringkat ke-91 lebih mudah ketimbang fase kedua. Pada fase kedua, perbaikan menyasar hal-hal yang lebih sulit disederhanakan atau dihilangkan. "Jadi, ini tantangan kalau kita mau mencapai target peringkat ke-30. Pemerintah tetap berkomitmen memperbaiki iklim investasi," kata Bobby. Lebih buruk Mengacu pada penilaian kemudahan berusaha yang dilakukan KPPOD dan ADB, rata-rata pencapaian di lima kota tersebut lebih buruk dari standar nasional. Untuk memulai usaha, standarnya meliputi tujuh prosedur selama sepuluh hari kerja dengan biaya sekitar Rp 2,7 juta atau 200 dollar AS. Realisasinya, rata-rata menempuh 10,8 tahapan selama 22,5 hari kerja dengan biaya Rp 8,3 juta atau 615 dollar AS.DKI Jakarta mencatat perbaikan semua indikator untuk parameter memulai usaha dan IMB. Namun, ada catatan untuk parameter registrasi hak atas tanah dan bangunan. Dari sisi biaya, berkurang dari Rp 236,43 juta menjadi Rp 182,29 juta. Namun, prosedur bertambah dari 5 prosedur menjadi 6 prosedur dan waktu pengurusan bertambah lama dari 25 hari menjadi 31 hari. Surabaya juga mengalami perbaikan pada semua indikator untuk parameter memulai usaha dan IMB. Parameter registrasi hak atas tanah dan bangunan tetap 5 prosedur dengan waktu pengurusan berkurang dari 37 hari menjadi 15 hari dan biaya berkurang dari Rp 255,85 juta menjadi Rp 182,54 juta. Untuk Medan, Balikpapan, dan Makassar, sejumlah perbaikan terjadi. Namun pada saat yang bersamaan, terjadi kemunduran di banyak indikator, misalnya prosedur. (LAS)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000