logo Kompas.id
EkonomiBadan Pemeriksa Keuangan...
Iklan

Badan Pemeriksa Keuangan Soroti Perhitungan Defisit

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Badan Pemeriksa Keuangan menyoroti perhitungan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Auditor negara tersebut meminta perhitungan defisit yang selama ini menggunakan sistem berbasis kas diganti berbasis akrual. Hal itu termasuk dalam catatan yang disampaikan BPK kepada pemerintah setelah memberikan penilaian terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2016. Penyerahan laporan terhadap sejumlah kementerian dan lembaga negara di lingkungan Auditorat Keuangan Negara I dilakukan di Jakarta, Jumat (26/5). "Pengukuran defisit APBN selama ini berbasis kas sedemikian rupa sehingga terjadi model pembayaran yang bisa menyebabkan perhitungan defisit tidak menunjukkan angka sesuai realitas," kata anggota II BPK, Agus Joko Pramono. Untuk itu, BPK berharap pengukuran defisit dapat menggunakan basis yang lebih akuntabel dengan mempertimbangkan pembiayaan yang bersifat spontan pada tahun ini. Artinya, pengukuran defisit memperhitungkan utang yang muncul bukan karena proses pembiayaan APBN secara langsung, melainkan utang yang bersifat spontan. Contohnya subsidi yang belum dibayar atau tagihan pekerjaan yang sudah selesai tetapi belum dibayar. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, selama ini defisit APBN dihitung dengan basis kas. Artinya, realisasi defisit APBN memperhitungkan pembayaran yang benar-benar telah dilakukan Kementerian Keuangan. Adapun tagihan tidak dimasukkan karena belum dibayar. Penerapan sistem berbasis akrual mensyaratkan pemahaman dan disiplin pengelolaan anggaran, baik di pusat maupun daerah, sehingga penerapannya membutuhkan waktu.Instrumen ekonomi Sri Mulyani mengatakan, penerapan sistem akrual akan membuat defisit APBN sangat ketat. Hal ini juga perlu dipertimbangkan. "BPK dan Kemenkeu akan terus membahasnya supaya tujuannya tetap sama, akuntabilitas dan penyajian wajar harus terpenuhi. Namun, konsekuensi dari kebijakan ekonomi makro, termasuk fiskal sebagai instrumennya, sangat signifikan. APBN bukan hanya alat keuangan, melainkan juga instrumen ekonomi dalam mengelola perekonomian dan negara," katanya. Sementara itu, Kementerian Perhubungan kembali mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK untuk keempat kalinya secara berturut- turut. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan bersyukur karena mendapat WTP dari BPK. (LAS/ARN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000