logo Kompas.id
EkonomiImpor Dikendalikan untuk Jaga ...
Iklan

Impor Dikendalikan untuk Jaga Investasi

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berharap kebutuhan baja domestik yang terus meningkat dapat menjadi daya tarik bagi investor. Pengendalian dan pengawasan impor akan ditingkatkan untuk menjaga investasi yang telah ditanamkan di Indonesia."Baja merupakan kebutuhan pokok bagi industri. Pemerintah harus mendorong agar kebutuhan baja bisa menarik investasi," kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin) I Gusti Putu Suryawirawan di Jakarta, Jumat (26/5). Berdasarkan data Kemenperin, industri baja di dalam negeri baru mampu memproduksi 8 juta ton baja mentah. Di sisi lain, kebutuhan baja domestik mencapai 14 juta ton sehingga Indonesia masih harus mengimpor 6 juta ton baja. Pelambatan pertumbuhan ekonomi dan kelebihan pasokan baja dunia ikut menekan industri baja di Indonesia. Terkait hal itu, Kemenperin dan asosiasi industri baja pada 2017 sepakat mengendalikan impor baja. "Indonesia jangan sampai dijadikan tempat spekulasi atau penimbunan baja murah. Jadi, jangan karena di China ada kelebihan pasokan baja, murah, terus ditimbun di sini," katanya. Menurut Putu, cara masuk baja impor ke Indonesia sekarang bisa melalui salah satu negara ASEAN, misalnya Vietnam. Baja dari China diangkut lewat darat ke Vietnam sebelum dikapalkan ke Indonesia. "Data yang kami dapat dari asosiasi, salah satu peningkatan impor baja yang tinggi sekarang bukan lagi dari China, melainkan dari Vietnam. Jadi, perjanjian perdagangan bebas ASEAN sudah dipakai sebagai alat untuk memasukkan barang dari negara lain," ujarnya. Menurut Putu, pengendalian impor diperlukan untuk menyikapi kondisi itu agar industri baja di Indonesia tidak dirugikan. Sebab, banyak celah di perjanjian- perjanjian regional yang bisa dipakai untuk melakukan perdagangan yang tidak adil. "Sekarang ada kecenderungan menggunakan pos tarif baja paduan yang bea masuknya nol. Sementara itu, bea masuk baja karbon atau baja yang biasa dipakai di konstruksi berkisar 5-15 persen," tutur Putu. Persoalan itu menjadi perhatian pemerintah. Sebab, tanpa pengendalian impor, investor akan berpikir panjang untuk berinvestasi di Indonesia. "Selama ini kami menggunakan antidumping dan safeguard. Langkah yang ada tetap dijalankan, tetapi kami juga menambahkan berbagai mekanisme pencatatan untuk memonitor dari bulan ke bulan," kata Putu. Beberapa waktu lalu, Ketua II Indonesia Zinc-Alumunium Steel Industries (Izasi) Handaya Susanto mengatakan, peningkatan pendapatan masyarakat Indonesia mendorong permintaan baja lapis seng berwarna yang lebih tahan korosi. "Namun, ternyata permintaan baja lapis seng warna lebih didominasi produk impor yang lebih murah 12 persen dibandingkan dengan produk dalam negeri," kata Handaya. Merujuk data yang dihimpun Izasi, sekitar 67 persen konsumsi nasional baja lapis warna pada 2014 merupakan produk impor. Pada 2016, persentase produk baja lapis warna impor meningkat hingga 82 persen. Ketua Izasi Simon Linge mengatakan, kapasitas produksi anggota Izasi sekitar 860.000 ton, sedangkan permintaan baja lapis pada 2016 sebanyak 1,3 juta ton. Berdasarkan catatan Izasi, industri baja lapis aluminium dan seng di Indonesia menyerap lebih dari 1.200 tenaga kerja langsung dan 24.000 tenaga kerja tidak langsung. Selain itu, ada 500 lebih usaha pengerolan baja di Indonesia dengan serapan tenaga kerja 12.000 orang. (CAS)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000