logo Kompas.id
EkonomiPersoalan Rembesan Gula...
Iklan

Persoalan Rembesan Gula Rafinasi Belum Tertangani dengan Tuntas

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Temuan satuan tugas pangan di sejumlah wilayah di Indonesia mengindikasikan bahwa gula rafinasi beredar luas di pasar gula konsumsi. Kalangan petani tebu rakyat berharap pemerintah memperketat pengawasan dan menindak tegas pelaku karena pelanggaran terus terjadi sejak beberapa tahun lalu.Dalam sepekan terakhir, razia satuan tugas pangan menjelang bulan Ramadhan menemukan gula rafinasi di pasar konsumsi, antara lain di Batam, Kepulauan Riau; Kemayoran, DKI Jakarta; dan sejumlah kabupaten di Jawa Tengah. Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen, Jumat (26/5), temuan tersebut tidak mengejutkan sebab penanganan gula rafinasi tak pernah tuntas."Kami sudah melaporkan sejak tahun 2010 bahwa ada peredaran gula rafinasi ke pasar-pasar gula konsumsi. Padahal, jika pemerintah atau penegak hukum mau menelusuri, importir dan produsennya jelas, alurnya bisa ditelusuri dengan mudah," ujar Soemitro.Selisih harga menjadi motif utama pelaku mengedarkan gula rafinasi yang semestinya untuk industri makanan atau minuman ke pasar-pasar gula konsumsi. Menurut Soemitro, harga gula rafinasi berkisar Rp 6.000-Rp 8.000 per kilogram, sementara gula konsumsi atau gula kristal putih Rp 12.500 per kilogram."Kuota gula rafinasi berlebih terlihat dari masifnya rembesan, sementara pabrik makanan dan minuman tidak teriak kekurangan gula. Artinya, kuota 3,2 juta ton gula rafinasi melebihi kebutuhan industri sehingga sebagian merembes ke pasaran," kata Soemitro.Dampak hargaKurangnya pengawasan membuat pasar gula nasional campur aduk. Dampaknya dirasakan petani tebu rakyat yang tidak bisa menjual hasil panennya dengan harga optimal. Sebab, selain pasokan yang banyak ke pasaran, pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi untuk komoditas gula.Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Selasa (23/5), menyatakan, dirinya telah meminta jajarannya mengecek dari sumber kebocoran pada kasus di Makassar, Sulawesi Selatan, dan Gresik, Jawa Timur. "Jika seperti kasus di Ciawi (Jawa Barat), sumbernya (gula rafinasi) dari industri makanan dan minuman, kuota untuk industri itu kami cabut. Jika (gula) dari industri pengolah, izin pengolahan untuk pabrik itu yang dicabut, pemerintah akan tegas," ujarnya.Menurut Enggartiasto, berdasarkan penelitian Kementerian Perdagangan, kebocoran gula rafinasi ke pasar gula konsumsi mencapai 300.000 ton per tahun. Padahal, seluruh kebutuhan industri makan minum mencapai 4 juta ton per tahun. Artinya, ada 7,5 persen yang merembes ke pasar konsumsi. Selain pengawasan gula rafinasi, kalangan petani tebu rakyat berharap pemerintah membantu petani untuk memacu produktivitas lahan, memberi modal dengan bunga rendah, dan mempercepat revitalisasi pabrik gula. Harapannya, selain meningkat dari sisi mutu dan jumlah, produk gula lokal dapat bersaing dengan gula impor dari sisi harga. (MKN/MED)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000