JAKARTA, KOMPAS – Badan Karantina Pertanian membatalkan rencana pembangunan Pulau Naduk di Bangka Belitung sebagai pulau karantina hewan. Sesuai hasil kajian dan analisis dampak lingkungan, pulau ini dinilai rentan tergenang, antara lain karena permukaannya rendah.
Kepala Badan Karantina Pertanian, Banun Harpini, saat memberikan keterangan kepada wartawan di kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (8/6) menyebutkan, tinggi permukaan tanah Pulau Naduk berkisar 0,15 meter hingga 0,8 meter di atas permukaan laut. Morfologi pulau juga berbentuk cekungan sehingga rentan tergenang. ”Bahkan saat proses penelitian amdal (analisis dampak lingkungan), sebagian lahan di pulau ini tergenang,” ujarnya.
Selain itu, Pulau Naduk juga menjadi habitat buaya liar. Jika pembangunan instalasi karantina tetap dilakukan, maka perlu dipastikan bahwa habitat buaya tidak terganggu atau dipindahkan untuk memastikan buaya bisa bertahan hidup. Kondisi ini memperkecil peluang membangun ladang penggembalaan sementara sapi atau hewan ternak lain dalam proses karantina.
Menurut Banun, terbuka kemungkinan memindahkan pulau karantina ke daerah lain. Namun, pemindahan membutuhkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang pulau karantina sebagai landasan hukum. ”Sampai saat ini PP tersebut belum terbit,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah menargetkan pembangunan instalasi pulau karantina tahun 2016. Pulau Naduk dipilih karena dinilai layak. Selain belum berpenghuni, pulau ini memiliki luas daratan 2.200 hektar, 300 hektar hutan bakau, berjarak sekitar 30 menit perjalanan laut ke Pulau Belitung, dan dinilai strategis karena berada di jalur tol laut dan mudah diakses dari Selat Malaka.
Keberadaan pulau karantina dibutuhkan untuk membuka peluang impor sapi dari negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku (PMK) dan risiko penyakit menular lain. Pulau ini menjadi tempat menyeleksi sapi impor dari negara dengan risiko PMK sebelum masuk ke wilayah Indonesia lain.