Bank Sentral AS Naikkan Suku Bunga
Bank Sentral Amerika Serikat menaikkan suku bunga inti sebesar 0,25 persen menjadi 1,25 persen. Ini selanjutnya akan menjadi acuan dasar bagi penentuan suku bunga di pasar, termasuk suku bunga kredit perbankan dan jenis suku bunga lainnya. Kenaikan suku bunga inti ini dianggap menandakan optimisme Bank Sentral AS akan pertumbuhan perekonomian AS.
Pengumuman kenaikan suku bunga itu disampaikan Gubernur Bank Sentral AS Janet Yellen, Rabu (14/6), di Washington DC. Dari Sembilan anggota komite kebijakan moneter Bank Sentral AS, sebanyak delapan orang menyetujui kenaikan tersebut. Dan kenaikan pada hari Rabu ini merupakan langkah keempat sejak 16 Desember 2015.
Hal ini sekaligus memulihkan secara perlahan kebijakan moneter AS. Sejak 2008, puncak krisis ekonomi AS zaman modern, negara ini mempertahankan suku bunga nol persen hingga 0,25 persen. Kebijakan suku bunga yang sangat rendah itu dilakukan di era kepemimpinan Gubernur Bank Sentral AS Ben Bernanke.
Intinya, kebijakan ini merupakan salah satu cara untuk memasok uang beredar dan berbunga rendah ke perekonomian yang sedang lesu. Saat puncak krisis, terjadi pengeringan uang dari pasar sehingga makin mencekik perekonomian. Sekarang, dalam pandangan Yellen, ada pemulihan ekonomi yang menggembirakan sehingga kuat alasan menaikkan suku bunga.
Mengurangi aset
Di samping menaikkan suku bunga, Yellen juga menyampaikan pengurangan aset sebesar 4,5 triliun dollar AS. Aset ini berupa obligasi dan surat-surat berharga lainnya milik Pemerintah AS dan swasta. Obligasi dan surat berharga ini dulu dibeli secara bertahap oleh Bank Sentral AS dari pasar. Langkah ini dilakukan juga dalam rangka memasok uang beredar ke pasar.
Di puncak krisis, obligasi terbitan Pemerintah AS serta surat utang swasta tidak laku, padahal diperlukan untuk menggerakkan perekonomian. Perekonomian AS dalam 10 tahun terakhir telah dibuai dengan pasokan uang triliunan dollar AS dari Bank Sentral AS.
Dalam kebijakan pada hari Rabu, Yellen mengumumkan akan menjual kembali obligasi dan surat utang itu sebanyak 10 miliar dollar AS per bulan, lalu dinaikkan menjadi 50 miliar dollar AS per bulan setahun kemudian. Pengurangan aset ini belum jelas kapan dilakukan, tetapi diperkirakan dimulai pada Juli 2017.
Bank Sentral AS menilai pasar relatif telah menuju normal sehingga saatnya Pemerintah AS dan swasta memiliki kembali surat-surat utang mereka. Langkah Bank Sentral dengan mengurangi aset ini juga dalam rangka normalisasi kebijakan moneter AS.
Pelaku pasar memprotes
Kebijakan Bank Sentral AS ini mengundang kritikan besar, bahkan dianggap sebagai sebuah kesalahan. Mantan Menteri Keuangan AS yang juga pelaku pasar, Lawrence Summers, menilai keputusan Bank Sentral ini adalah kesalahan besar. Summers menilai belum saatnya Bank Sentral AS mengurangi pasokan uang beredar ke pasar.
Summers mengatakan, kebijakan Bank Sentral AS tidak tepat. Masalahnya, Bank Sentral AS sendiri berjanji menaikkan suku bunga jika target inflasi di AS sudah mencapai 2 persen, pertanda perekonomian telah bergerak. Kenyataannya, inflasi di AS masih di bawah 2 persen (1,8 persen) dan data menunjukkan terjadi penurunan permintaan. Inilah salah satu alasan Summers mengkritik Bank Sentral AS.
Akan tetapi, Bank Sentral AS menilai telah terjadi penurunan pengangguran menjadi 4,3 persen dan segera turun menjadi 4,2 persen. Meski inflasi masih rendah, Yellen mengatakan ada gejala penurunan angka pengangguran pertanda ekonomi membaik.
Akan tetapi, pengkritik kebijakan Bank Sentral AS ini bukan saja dilancarkan oleh Summers. Robert J Shiller, ekonom peraih Hadiah Nobel Ekonomi 2013, yang juga pelaku pasar, mengatakan, kenaikan suku bunga ini akan membuat pasar obligasi tidak menarik.
Bill Gross, seorang pedagang obligasi AS yang terkenal, langsung mengatakan, Bank Sentral AS tidak akan bisa menjalankan kebijakannya. Gross bahkan mengatakan, kebijakan terbaru ini berpotensi mendorong AS kembali ke dalam resesi.
Kritikan terbesar kepada Bank Sentral AS muncul dari pelaku pasar kelas kakap. Dan memang kenaikan suku bunga akan menaikkan beban bunga pinjaman. Akan tetapi, data lain menunjukkan, warga terkaya AS terbukti mengalami kenaikan kekayaan. Ini sinyal lain bagi pertumbuhan ekonomi.
Adalah pelaku pasar kelas kakap selama ini yang diutungkan dengan kebijakan uang murah dari Bank Sentral AS, hingga disinyalir uang murah dari Bank Sentral AS telah dipakai memperkaya diri.
Ada efek positif lain dari kenaikan suku bunga. Ini terutama akan dinikmati para penabung dan pensiunan. Sekian lama penabung dan pensiunan misalnya tidak mendapatkan pendapatan bunga secara berarti dari simpanan di bank karena bunga simpanan terlalu rendah.
Kebijakan Bank Sentral AS juga menunjukkan keberanian menghadapi pelaku pasar yang bertahun-tahun telah mendikte pasar. Meski demikian, bagaimana nasib kebijakan Bank Sentral AS ini menjadi hal yang sangat menarik untuk dinantikan.
Apakah pandangan Bank Sentral AS menang dengan analisisnya? Ataukah para pelaku pasar kelas kakap yang selalu menolak kenaikan bunga yang akan menang?
Lepas dari itu, keberanian Bank Sentral harus dipuji. Sikap mempertahankan suku bunga rendah mirip aksi menanam bom waktu untuk sebuah krisis besar di kemudian hari. Kebijakan moneter AS yang tidak normal selama sekian tahun juga telah menjadi momok menakutkan bagi semua negara di dunia. Dunia pasti menyukai normalisasi kebijakan moneter AS. Walau menyakitkan dalam jangka pendek, menyehatkan dalam jangka panjang.
AS sebagai negara perekonomian terbesar di dunia wajib menunjukkan tanggung jawab untuk menghilangkan potensi gejolak perekonomian global dengan menormalisasi kebijakan moneternya yang membayahakan dunia lambat atau cepat. (AFP/AP/REUTERS)