logo Kompas.id
EkonomiEkonomi Digital Belum Terarah
Iklan

Ekonomi Digital Belum Terarah

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia dianggap belum memiliki kebijakan pengembangan ekonomi digital yang terarah. Hal ini berpeluang membuat Indonesia tidak mampu meraih manfaat yang optimal di era teknologi informasi yang belakangan ini terus berkembang. Demikian inti diskusi buku Digital Indonesia: Connectivity and Divergence yang diselenggarakan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Australian National University, Selasa (4/7), di Jakarta. Buku tersebut berisi hasil penelitian mengenai kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia ketika tren digital berkembang pesat. Sebanyak 18 peneliti dan akademisi terlibat dalam penyusunan. Dalam diskusi hadir beberapa penulis, di antaranya Onno W Purbo (aktivis teknologi informasi), Grace Dewi (peneliti CSIS), Kathleen Azali (peneliti ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapore), Edwin Jurriens (pengajar kajian Indonesia di Universitas Melbourne), dan Ross Tapsell (dosen kajian Asia di Australian National University). Onno mencontohkan salah satu bentuk kebijakan pemerintah yang kurang mendukung pengembangan ekonomi digital adalah pembangunan jaringan telekomunikasi. Semua infrastruktur dimiliki oleh swasta yang berorientasi bisnis. "Lembaga dunia, seperti Organisasi Telekomunikasi Internasional (ITU), menyebut penetrasi internet di Indonesia masih 20 persen. Survei OpenSignal bahkan memperlihatkan kualitas sinyal telekomunikasi di Jawa belum bagus," ujarnya. Edwin Jurriens melihat konektivitas infrastruktur telekomunikasi merupakan isu terbesar untuk Indonesia. Apabila ingin memperoleh manfaat ekonomi besar di era teknologi digital, pemerintah seharusnya segera mengatasi isu tersebut. Onno juga menyorot kekurangan di kebijakan edukasi. Pada 2013, pemerintah menghapus mata pelajaran Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) dalam kurikulum. Kathleen Azali mengemukakan, permasalahan kebijakan perpustakaan di Indonesia. Misalnya, jumlah publikasi masih sedikit, manajemen perpustakaan memakai TIK yang tidak sensitif jender, dan kekurangan dana pengembangan. Revolusi industri Grace Dewi lebih banyak mengungkapkan kebijakan pelatihan keterampilan tenaga kerja untuk menyambut revolusi industri keempat. Menurut dia, pemerintah seharusnya aktif melibatkan swasta dalam pelaksanaan pelatihan. Ross Tapsell menyebutkan soal kebijakan keamanan siber. Dia mengamati pemakaian gawai sudah menjadi bagian kebutuhan sehari-hari. Di DKI Jakarta, misalnya, hampir 99 persen penduduknya mempunyai perangkat itu. Akan tetapi, mereka belum banyak teredukasi mengenai ancaman kejahatan digital.Pendiri CSIS Yusuf Wanandi, yang hadir sebagai pengunjung diskusi mengatakan, warga sekarang cenderung menyukai platform daring sebagai rujukan informasi dan berita. Hal itu secara tidak langsung berdampak ke bisnis media cetak. "Kondisi tersebut harus menjadi perhatian bersama. Platform media daring saja tidak cukup. Saya kira media cetak tetap dipertahankan sebagai bagian dari demokrasi," katanya. (MED)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000