logo Kompas.id
EkonomiPertumbuhan Melambat karena...
Iklan

Pertumbuhan Melambat karena Pola Konsumsi

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Likuiditas perbankan pasca-Lebaran kembali normal. Kondisi likuiditas tersebut ke depan juga cenderung terkendali karena daya beli masyarakat cenderung stagnan. Kendati likuiditas membaik, pertumbuhan kredit diperkirakan masih melambat karena efek perubahan pola konsumsi masyarakat.Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, Rabu (5/7), mengatakan, pasca-Lebaran kondisi likuiditas perbankan cenderung kembali normal. Hal itu ditunjukkan dengan total likuiditas harian yang diproyeksikan Bank Indonesia (BI) pada Rabu sebesar Rp 166,78 triliun.Posisi likuiditas itu lebih tinggi dibandingkan posisi likuiditas sebelum Lebaran, yaitu pada 19 dan 20 Juni yang masing-masing sebesar Rp 72 triliun dan Rp 87 triliun. Likuiditas selama periode Lebaran itu turun karena ada aliran keluar uang kartal dan giro bank yang lebih tinggi dibandingkan ekspansi bersih keuangan pemerintah dan transaksi BI lainnya."Membaiknya kondisi likuiditas juga terindikasi dari suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) yang sempat meningkat menjadi 4,96 persen pada 22 Juni, kemudian turun menjadi 4,35 persen pada penutupan Selasa lalu," kata Josua di Jakarta.Dengan kondisi likuiditas yang stabil dan terjaga baik, perbankan tidak serta-merta dapat menyalurkan kredit secara optimal. Hal itu terjadi karena daya beli masyarakat cenderung lemah akibat perubahan konsumsi masyarakat sejak awal tahun.Permintaan juga tidak terlalu signifikan meningkat pada Ramadhan-Lebaran tahun ini. Hal itu karena masyarakat menunda konsumsi secara berlebihan selama Ramadhan-Lebaran lalu."Penundaan itu karena ada ekspektasi tekanan inflasi pada semester II tahun ini, ada tahun ajaran baru sekolah, dan potensi pemangkasan subsidi elpiji serta ekspektasi inflasi yang meningkat pada akhir tahun menjelang Natal dan tahun baru," katanya.Untuk itu, lanjut Josua, pada semester II tahun ini, kondisi likuditas bank dan penyaluran kredit perlu dicermati. Dari sisi likuiditas, berkurangnya dampak investasi yang diakibatkan dari naiknya suku bunga riil (crowding out effect) perlu diwaspadai. Dalam kondisi itu, ekspansi fiskal akan menyebabkan kenaikan suku bunga, lalu kredit turun, dan selanjutnya menekan pertumbuhan ekonomi.Defisit fiskal Untuk menambal defisit fiskal, pemerintah harus menerbitkan lebih banyak surat utang sehingga terjadi peralihan dari dana deposito ke surat utang negara. Hal itu akan berpengaruh negatif pada likuiditas perbankan.Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengemukakan, pada periode Ramadhan-Lebaran tahun ini penarikan dana tunai di perbankan diperkirakan sebesar Rp 167 triliun. Masyarakat mengambil dana simpanannya sehingga bank membutuhkan tambahan likuiditas.Sama seperti periode tahun lalu, BI menambah likuiditas di pasar keuangan dengan cara melakukan term repo dengan tenor dua minggu. Dengan menggunakan jaminan SBN atau surat berharga BI, bank mendapatkan tambahan likuiditas dari BI."Total tambahan likuiditas yang dikeluarkan BI sebesar Rp 33 triliun. Setelah periode itu tuntas, likuiditas bank akan kembali normal," katanya.Di samping itu, lanjut Mirza, BI mulai memberlakukan giro wajib minimum rata-rata per 1 Juli lalu. Melalui kebijakan itu, perbankan akan semakin leluasa mengelola likuiditas dan menambah pendapatan dengan menempatkan sebagian likuiditasnya di instrumen lain, terutama yang berjangka panjang. (HEN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000