logo Kompas.id
EkonomiData Jagung Memicu Masalah
Iklan

Data Jagung Memicu Masalah

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Data produksi jagung nasional dinilai tidak sinkron dengan situasi riil sehingga memicu masalah di sektor peternakan khususnya terkait penyediaan pakan. Sejumlah pihak berharap pemerintah fokus memenuhi kebutuhan peternak ketimbang mengekspor jagung. Demikian salah satu poin diskusi grup terfokus tentang jagung di Jakarta, Kamis (6/7) malam. Diskusi dipandu oleh Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (GAPPI), Anton J Supit, dihadiri antara lain oleh Staf Ahli Menteri Pertanian Mat Syukur, mantan Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudo Husodo, mantan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Udhoro Kasih Anggoro, dan anggota Komisi IV DPR Mindo Sianipar. Guru Besar Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa berpendapat, pertumbuhan produksi jagung berdasarkan data Kementerian Pertanian tahun 2006-2017 mencapai 162,72 persen. Laju itu 10,65 kali lebih besar dibandingkan dengan pertambahan penduduk yang 15,28 persen pada kurun yang sama. Angka produksi juga tidak sinkron jika disandingkan dengan kebutuhan jagung nasional dan impor bahan baku pakan. Demikian pula dengan data produksi yang dikeluarkan lembaga lain, seperti Foreign Agricultural Service United States Department of Agriculture (FAS-USDA). Produksi tahun 2016, menurut Kementerian Pertanian, mencapai 23,5 juta ton. Sementara menurut FAS-USDA 10,5 juta ton. Dengan dasar data produksi itu, pemerintah memutuskan mengurangi impor jagung tahun lalu dan menghentikannya mulai tahun ini. Impor jagung turun dari 3,5 juta ton tahun 2015 menjadi 1,3 juta ton tahun 2016. Namun, impor gandum yang antara lain untuk bahan baku pakan naik dari 7,7 juta ton jadi 10,8 juta ton.Akurasi data produksi juga diragukan karena harga jagung cenderung naik setelah penghentian impor. Enam bulan terakhir, harga jagung lokal bergerak naik dari kisaran Rp 3.600 per kg menjadi lebih dari Rp 4.000 per kg.Penasihat Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), Sudirman, menambahkan, ketidaksinkronan terlihat dari angka produksi, kebutuhan, dan volume impor oleh industri pakan. Kebutuhan 24 pabrik pakan di Jawa Timur, misalnya, mencapai 2,55 juta ton tahun 2015. Dengan produksi lebih dari 5 juta ton per tahun, kebutuhan semestinya bisa dipenuhi oleh petani lokal. Namun, impor jagung ke Jawa Timur mencapai 710.000 ton. Situasi serupa terjadi di Banten yang menjadi sentra pabrik pakan. Kebutuhan jagung untuk pabrik pakan di Banten mencapai 2,85 ton pada 2015. Namun, pengusaha masih mengimpor 1,3 juta ton jagung.Prioritas peternakKementerian Pertanian optimistis dapat mengekspor jagung tahun ini. Pada Senin (3/7), Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan siap memenuhi permintaan impor jagung dari Malaysia sebesar 3 juta ton. Sebab, produksi jagung melebihi kebutuhan nasional. Mindo Sianipar berpendapat, ketimbang berpikir untuk ekspor, pemerintah sebaiknya memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Khususnya peternak unggas rakyat yang mengeluh dengan tingginya harga jagung. Koordinator Forum Peternak Layer Nasional, Ki Musbar, berharap pemerintah segera mencari solusi atas krisis jagung. Harga jagung yang lebih dari Rp 4.200 per kg memberatkan peternak karena mendongkrak biaya produksi. Ironisnya harga jual ayam jatuh hingga kurang dari Rp 16.000 per kg. Padahal, ongkos produksinya Rp 18.000 per kg.Siswono menambahkan, tingginya harga jagung telah merangsang petani untuk menanam jagung dan memperluas penanamannya. Namun, tantangannya adalah mengefisienkan ongkos produksi untuk meningkatkan daya saing jagung lokal. Kendala utama yang dihadapi petani adalah minimnya kepemilikan lahan. Menurut Siswono, petani akan tetap sulit karena rata-rata kepemilikan lahan 0,4 hektar. Berkaca pada Dompu, Nusa Tenggara Barat, yang dinilai sukses mengembangkan jagung, luas lahan penanaman jagungsetidaknya 2 hektar per keluarga petani. Mat Syukur menambahkan, Kementerian Pertanian telah berupaya meningkatkan indeks pertanaman untuk mendorong kesejahteraan petani. Pemerintah juga membantu pupuk, benih, dan memperbaiki pengairan untuk meningkatkan produktivitas lahan. (MKN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000